tag:blogger.com,1999:blog-38414500103118418222024-03-14T11:52:09.375+07:00LalaukanInformasi dunia kelautan dan perikanan serta kegiatan penyuluhan perikananaan supriatnahttp://www.blogger.com/profile/03660478887251586772noreply@blogger.comBlogger599125tag:blogger.com,1999:blog-3841450010311841822.post-82833379623222476402023-01-13T20:55:00.001+07:002023-09-23T21:02:54.117+07:00Pertumbuhan dan Hama Penyakit Pada Rajungan<div style="text-align: left;"><div style="text-align: justify;">Faktor yang mempengaruhi pertumbuhan ialah makanan dan suhu perairan, di daerah tropik makanan lebih penting dari pada suhu (Pet dan Mous, 2000 dalam Santoso dkk., 2014). Pengukuran pertumbuhan benih rajungan dilakukan dengan cara mengukur berat dan panjang yang dilakukan setiap tiga hari sekali. Pengukuran berat menggunakan timbangan analitik sedangkan pengukuran panjang menggunakan kertas milimeter yang diamati melalui mikroskop pembesaran 40x (Tanti dan Laksmi, 2010).</div><table align="center" cellpadding="0" cellspacing="0" class="tr-caption-container" style="margin-left: auto; margin-right: auto;"><tbody><tr><td style="text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhjdEaAEeoI2tp7CZFLi0s4onsUeMj3K03YbsK9YiRBHSmylrFHUtZTp1tVpa_PXpWWS7x9HMVbFTUzZpu4_cyTkktswv0chamAbm_y36GzelFdjdL0dEEUx0fABwNSFKSyeiG3CU_j3Ezdh48zKxJ9XWvwfe-I64nz2qc85CQYDvBLOnSf-jM1GS4sbws/s507/rajungan14.png" imageanchor="1" style="margin-left: auto; margin-right: auto;"><img border="0" data-original-height="379" data-original-width="507" height="299" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhjdEaAEeoI2tp7CZFLi0s4onsUeMj3K03YbsK9YiRBHSmylrFHUtZTp1tVpa_PXpWWS7x9HMVbFTUzZpu4_cyTkktswv0chamAbm_y36GzelFdjdL0dEEUx0fABwNSFKSyeiG3CU_j3Ezdh48zKxJ9XWvwfe-I64nz2qc85CQYDvBLOnSf-jM1GS4sbws/w400-h299/rajungan14.png" width="400" /></a></td></tr><tr><td class="tr-caption" style="text-align: center;"><b><span style="font-size: x-small;">Sampling pertumbuhan rajungan [<a href="https://docplayer.info/docs-images/61/46321725/images/19-2.png">sumber</a>]</span></b></td></tr></tbody></table><div style="text-align: justify;"><br /></div><div style="text-align: justify;">Ruliaty dkk. (2004) menyatakan bahwa pertumbuhan panjang benih rajungan pada stadia zoea mengalami peningkatan pada setiap sub stadia. Besarnya pertambahan panjang tubuh pada setiap sub stadia berbeda-beda. Pada stadia megalopa panjang tubuh benih rajungan mengalami penurunan bila dibandingkan panjang pada stadia zoea. Hal ini disebabkan karena stadia megalopa merupakan stadia peralihan dari bentuk benih menjadi bentuk tubuh seperti rajungan dewasa.</div><div style="text-align: justify;"><br /></div><div style="text-align: justify;"><b>Hama Penyakit Pada Rajungan</b></div><div style="text-align: justify;"><div>Pencegahan terhadap hama dan penyakit dapat dilakukan dengan beberapa cara misalnya penerapan biosekuriti dan sanitasi yang bertujuan memperkecil resiko serangan patogen, sebagai upaya pencegahan masuk, tumbuh berkembang dan meluasnya patogen di lingkungan kerja (Mohan, 2002 dalam Haliman dan Adijaya, 2005).</div><div><br /></div><div>Haliman dan Adijaya (2005) menjelaskan bahwa biosekuriti merupakan hal yang penting dalam mendukung suksesnya pembenihan rajungan hendaknya dilakukan sejak kegiatan pra produksi hingga pasca panen untuk mencegah timbulnya penyakit. Penerapan biosekuriti dapat ditempuh dengan beberapa cara, yaitu peningkatan sanitasi, lingkungan, mengoptimalkan lingkungan hidup larva.</div><div><br /></div><div>Sunarto (2005) menyatakan bahwa penerapan prinsip biosekuriti dalam usaha pembenihan dilakukan sejak awal produksi sampai panen. Prinsip-prinsip yang diterapkan dalam biosekuriti adalah sebagai berikut:</div><div><ol><li>Sterilisasi Wadah, Peralatan dan Lingkungan Kerja.Sterilisasi dilakukan dengan mencuci bak dan peralatan kemudian disterilisasi menggunakan larutan klorin dengan dosis 100-1000 ppm. Peralatan gelas dicuci bersih kemudian direndam dalam larutan formalin dengan dosis 100 ppm. Bak dan peralatan gelas terlebih dahulu dibilas menggunakan air tawar sebelum digunakan (Sunarto, 2005). Tindakan pencegahan juga dilakukan menggunakan Kalium Permanganat dengan dosis 1,5 ppm yang ditempatkan pada awal pintu masuk ruangan (Subaidah dkk., 2006).</li><li>Sterilisasi Air/Media Budidaya. Air yang akan digunakan untuk proses produksi benur disterilisasi dengan menggunakan lampu ultra violet dan ozonisasi (Sunarto, 2005). Standar baku air dapat diperoleh melalui pengendapan, filtrasi dan perlakuan air baik secara fisik, kimia maupun biologi.</li></ol></div><div>Penyakit yang biasa ditemukan dalam pembenihan rajungan adalah penyakit yang disebabkan oleh fungi (jamur) dan bakteri Vibrio harveyi. Biasanya pada larva rajungan terserang penyakit pada kondisi lingkungan media pemeliharaan yang tidak stabil, misalnya fluktuasi suhu yang terlalu tinggi dan kadar oksigen yang terlalu rendah sehingga mengakibatkan larva mengalami stress. Pada keadaan stress larva berada pada kondisi kritis sehingga memudahkhan organisme pathogen atau parasit penyebab penyakit menyerang larva (Suparmo, 2003).</div><div><br /></div></div></div><div><div style="text-align: justify;"><b><span style="font-size: x-small;">Sumber : Rohmat Syaivudin MS. Budidaya Rajungan (Portunus pelagicus). Universitas Muhammadiyah Malang. 2016</span></b></div><div><b><br /></b></div><div><b><i>Semoga Bermanfaat...</i></b></div></div>aan supriatnahttp://www.blogger.com/profile/03660478887251586772noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-3841450010311841822.post-75895739787800093002023-01-09T20:47:00.001+07:002023-09-23T20:54:59.366+07:00Pengelolaan Air Pada Pemeliharaan Larva Rajungan<div style="text-align: justify;">Sumber air yang baik digunakan dalam pemeliharaan larva rajungan berupa air laut yang disaring dengan filter pasir, kemudian disucihamakan dengan chlorine. Nogami dkk., (1995) dalam Susanto dkk., (2005) menyatakan bahwa sumber air untuk pemeliharaan larva rajungan berasal dari laut yang telah disaring dengan filter pasir, kemudian disterilkan dengan sodium hypochlorite dan dinetralkan dengan sodium thiosulfate. Pergantian air dalam bak pemeliharaan larva dimulai saat stadia zoea 2 yaitu sebanyak 10% per hari, kemudian meningkat smpai stadia megalopa menjadi 20%-50% per hari. Susanto dkk., (2005). penggantian air sebanyak 20% setiap dua hari sekali untuk menjaga kualitas air media pemeliharaan. Penggantian air dapat menjaga tingkat kelarutan oksigen, mengurangi kandungan bahan organik serta senyawa beracun lainnya (Mardjono dan Arifin, 1992).</div><div style="text-align: left;"><table align="center" cellpadding="0" cellspacing="0" class="tr-caption-container" style="margin-left: auto; margin-right: auto;"><tbody><tr><td style="text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEh-FxkUbX4Ln9gdL-rPSBNuG5Nq6_BwWG9jnJU2GkYVuNLSUdMaoYaNyXJRw3c38tZW7EPvNmhTYWPO7yYdP5QEhWixadalUSB-SW9WdEbcyKXZYvajIlhaW647H1zIyh7chINqEW7uzK3t1p9Uhja6HFtZi9GxPFFhUk8sHXdDBdaMY7jVUg3mTA4KHqw/s585/rajungan13.jpeg" imageanchor="1" style="margin-left: auto; margin-right: auto;"><img border="0" data-original-height="325" data-original-width="585" height="223" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEh-FxkUbX4Ln9gdL-rPSBNuG5Nq6_BwWG9jnJU2GkYVuNLSUdMaoYaNyXJRw3c38tZW7EPvNmhTYWPO7yYdP5QEhWixadalUSB-SW9WdEbcyKXZYvajIlhaW647H1zIyh7chINqEW7uzK3t1p9Uhja6HFtZi9GxPFFhUk8sHXdDBdaMY7jVUg3mTA4KHqw/w400-h223/rajungan13.jpeg" width="400" /></a></td></tr><tr><td class="tr-caption" style="text-align: center;"><b><span style="font-size: x-small;">Pengelolaan kualitas air pada media pemeliharaan larva rajungan [<a href="http://trobosaqua.com/thumbnail/b_8921.jpeg" target="_blank">sumber</a>]</span></b></td></tr></tbody></table><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><br /></div><div style="text-align: justify;">Monitoring kualitas air bertujuan agar dapat mengontrol suhu dan salinitas air media pemeliharaan tetap stabil. Monitoring kualitas air dilakukan setiap hari dengan mencatat suhu dan salinitas air media di pagi dan sore hari. Suhu sangat berperan dalam mempercepat metabolisme dan aktivitas organisme. Suhu tinggi akan menyebabkan penurunan kandungan oksigen terlarut karena terjadi peningkatan konsumsi oksigen oleh organisme akibat meningkatnya metabolisme (Mardjono dan Arifin, 1992).</div><div style="text-align: justify;"><br /></div><div style="text-align: justify;"><div><b><span style="font-size: x-small;">Sumber : Rohmat Syaivudin MS. Budidaya Rajungan (Portunus pelagicus). Universitas Muhammadiyah Malang. 2016</span></b></div><div><b><br /></b></div><div><b><i>Semoga Bermanfaat...</i></b></div></div></div>aan supriatnahttp://www.blogger.com/profile/03660478887251586772noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-3841450010311841822.post-32050885254697315942023-01-06T20:39:00.000+07:002023-09-23T20:47:30.622+07:00Pengelolaan Pakan Benih Rajungan<div style="text-align: justify;">Benih rajungan selama masa pemeliharaan diberikan pakan alami berupa phytoplankton dan zooplankton, pakan tambahan dan udang halus. Pemberian pakan tambahan dan udang halus untuk memenuhi nutrisi yang tidak terdapat pada pakan alami. Mardjono dan Arifin (1992) menyatakan bahwa makanan yang komposisinya dilengkapi dengan makanan tambahan dapat lebih sempurna dalam penyediaan vitamin dan mineral, selain efisiensi dalam penggunaan makanan. Makanan alami yang digunakan adalah Rotifer, Chlorella dan Artemia, sedangkan pakan buatan yang diberikan adalah pakan buatan merek Frippak dan udang yang dihaluskan dengan waktu pemberian dan jenis pakan. Tanti dan Laksmi (2010). Pemeliharaan benih rajungan selain diberikan pakan alami, diberikan pula pakan buatan. Pemberian pakan buatan dimaksudkan untuk melengkapi nutrisi yang tidak terdapat dalam pakan alami baik fitoplankton maupun zooplankton. Selain itu pakan buatan mudah diperoleh. Mujiman (2000) menyatakan bahwa makanan buatan sangat penting untuk disediakan agar dapat tersedia dalam jumlah yang cukup, tepat waktu, berkesinambungan, memenuhi syarat gizi.</div><div style="text-align: justify;"><br />Menurut Watanabe dan Kiron (1994) dalam Fibro dkk, (2010), pakan alami merupakan jenis pakan yang mutlak diperlukan dalam semua kegiatan pembenihan. Pakan alami termasuk fitoplankton, zooplankton ukuran kecil dan larva hewan invertebrata yang telah diketahui sebagai makanan dalam pemeliharaan larva. Jenis pakan yang diberikan bervariasi sesuai bukaan mulut larva.</div><div style="text-align: justify;"><br />Ditambahkan dalam Baharuddin (2011), Brachionus dan nauplius Artemia merupakan pakan alami yang cocok diberikan pada pemeliharaan larva, karena selain ukurannya yang kecil juga memiliki nilai nutrisi yang cukup baik yakni mengandung asam-asam amino esensial dalam jumlah yang cukup.</div><div style="text-align: justify;"><br />Frekuensi pemberian pakan diberikan dua kali sehari yaitu pada pagi hari dan sore hari. Penyiponan dan pergantian air media pemeliharaan larva dilakukan sebanyak 30-50% setiap hari pada waktu pagi sebelum pemberian pakan, untuk menghindari penumpukan sisa pakan dan kotoran larva rajungan di dasar wadah pemeliharaan. Selama pemeliharaan berlangsung (Zaidin dkk., 2013).</div><div style="text-align: justify;"><br /></div><div style="text-align: justify;"><b>Tabel Dosis pakan komersial, rotifera dan naupli artemia yang diberikan selama pemeliharaan larva rajungan.</b></div><div class="separator" style="clear: both; text-align: left;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgFjl2AP3n1SIPAuckCPFYf_5It65yAX1IWJ9zVl09KwMs50iIhulZUO6760lvzZxoFst3f9cfIAGZ4xPdbyogFGxa7BmzlQVjANIZErqwH_awKHAnfp6fU5mCn00wCaVMSBeVruUbVdd6o3e1MhUlBNS2QrT46J3l0DTdGoT7gq5wiSJSl5fceaCedwg4/s602/rajungan12.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" data-original-height="343" data-original-width="602" height="228" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgFjl2AP3n1SIPAuckCPFYf_5It65yAX1IWJ9zVl09KwMs50iIhulZUO6760lvzZxoFst3f9cfIAGZ4xPdbyogFGxa7BmzlQVjANIZErqwH_awKHAnfp6fU5mCn00wCaVMSBeVruUbVdd6o3e1MhUlBNS2QrT46J3l0DTdGoT7gq5wiSJSl5fceaCedwg4/w400-h228/rajungan12.jpg" width="400" /></a></div><div class="separator" style="clear: both; text-align: left;"><span lang="IN" style="font-family: "Times New Roman", serif; line-height: 107%;"><b><span style="font-size: x-small;">Sumber :
(Susanto <i>dkk</i>., 2005).</span></b></span></div><div><br /></div><div><b><span style="font-size: x-small;">Sumber : Rohmat Syaivudin MS. Budidaya Rajungan (Portunus pelagicus). Universitas Muhammadiyah Malang. 2016</span></b></div><div><br /></div><div><b><i>Semoga Bermanfaat...</i></b></div>aan supriatnahttp://www.blogger.com/profile/03660478887251586772noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-3841450010311841822.post-67135743828213070062023-01-02T20:38:00.000+07:002023-09-23T20:46:42.379+07:00Pemeliharaan Larva Rajungan<div style="text-align: justify;">Setelah telur rajungan menetas menjadi larva, semua larva dipindahkan ke bak-bak pemeliharaan larva pada kepadatan 100 ekor/liter. Larva rajungan berkembang melalui empat fase dan satu fase megalopa. Zoea 1 akan berkembang ke zoea 2 dalam waktu 2 – 3 hari. Sedangkan zoea 2, zoea 3, dan zoea 4 berturut-turut berkembang dalam selang waktu 2 hari. Pada saat semua zoea telah mencapai megalopa, maka dalam bak-bak pemeliharaan digantungkan untaian serabut plastik yang berfungsi untuk memperluas tempat permukaan tempat berlindung megalopa yang bersifat kanibal (Kordi, 2008).</div><table align="center" cellpadding="0" cellspacing="0" class="tr-caption-container" style="margin-left: auto; margin-right: auto;"><tbody><tr><td style="text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjKfkRMxN9f6ulucZW5Le5H35CM3_ypOIXl9tpNpo85Ona9_0bLJzd7POW0-YtjTrgIZBG0cQBwDppL9vRGiATQv1-XOy_NTOsQjUUNvwcnPpEVHPqrlTwvOqK4aKRSYam6oIGHmCE6xO2nu-5npKrvaRtwbX2yqv_NDoVSQdYgxmK8tCZzBgcKKXpJMG8/s956/rajungan11.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: auto; margin-right: auto;"><img border="0" data-original-height="693" data-original-width="956" height="232" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjKfkRMxN9f6ulucZW5Le5H35CM3_ypOIXl9tpNpo85Ona9_0bLJzd7POW0-YtjTrgIZBG0cQBwDppL9vRGiATQv1-XOy_NTOsQjUUNvwcnPpEVHPqrlTwvOqK4aKRSYam6oIGHmCE6xO2nu-5npKrvaRtwbX2yqv_NDoVSQdYgxmK8tCZzBgcKKXpJMG8/s320/rajungan11.jpg" width="320" /></a></td></tr><tr><td class="tr-caption" style="text-align: center;"><b><span style="font-size: x-small;">Perkembangan stadia larva rajungan</span></b></td></tr></tbody></table><div style="text-align: justify;"><br /></div><div style="text-align: justify;">Larva yang menetas diseleksi dimana larva yang kurang baik dengan tanda-tanda antara lain gerakannya lemah dan berenang di dasar bak, kurang tertarik pada cahaya, serta ukuran panjang karapas larva kecil (< 0,50 mm), dalam keadaan seperti ini sebaiknya dibuang. Induk rajungan setelah menetaskan telurnya dapat digunakan lagi untuk penetasan berikutnya, dengan pemberian pakan yang berkualitas dan pemeliharaan yang optimal. Induk masih dapat menghasilkan telur sampai 2-3 kali, tetapi telur yang dihasilkan pada pemijahan kedua dan seterusnya umumnya memiliki jumlah larva yang lebih rendah (Susanto dkk., 2005).</div><div style="text-align: justify;"><br />Langkah awal yang dilakukan dalam pemeliharaan larva rajungan yaitu menyiapkan bak dengan melengkapi system aerasi, dan mengisi air laut sebanyak tiga perempat dari volume bak.</div><div style="text-align: justify;"><br /></div><div style="text-align: justify;"><div><b><span style="font-size: x-small;">Sumber : Rohmat Syaivudin MS. Budidaya Rajungan (Portunus pelagicus). Universitas Muhammadiyah Malang. 2016</span></b></div><div><b><i><br /></i></b></div><div><b><i>Semoga Bermanfaat...</i></b></div></div>aan supriatnahttp://www.blogger.com/profile/03660478887251586772noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-3841450010311841822.post-6269578790951360202022-03-25T21:15:00.002+07:002023-09-23T20:30:02.143+07:00Pemijahan Rajungan<div style="height: 0px; text-align: left;"><div style="text-align: justify;">Menjelang perkawinannya, kepiting betina akan mengeluarkan cairan kimiawi perangsang (disebut pheromone) ke dalam air untuk menarik kepiting jantan. Kepiting jantan yang berhasil menemukan pheromone tersebut segera naik ke atas karapas kepiting betina yang sedang dalam kondisi pra lepas cangkang (premolt) dan membantu kepiting betina untuk berganti kulit (molting) (Ramelan, 1994).</div><div style="text-align: justify;"><br /></div><div style="text-align: justify;">Perkawinan rajungan terjadi pada musim panas dimana yang jantan terlihat melekatkan diri pada betina kemudian menghabiskan beberapa waktu perkawinan dengan berenang Coleman, (1991) dalam Susanto dkk., (2005) sampai menetas memerlukan waktu sekitar 5-8 hari tergantung dari perkembangan embrio.</div><div style="text-align: justify;"><br /></div><div style="text-align: justify;">Untuk mengetahui musim pemijahan rajungan dapat dilakukan dengan mengamati kematangan gonad rajungan betina. Musim pemijahan rajungan lebih muda diamati daripada ikan. Hal ini dapat ditandai dengan terdapatnya telur-telur yang melekat pada lipatan abdomen bersama pleopodanya. Musim pemijahan rajungan terjadi sepanjang tahun dengan puncaknya terjadi pada bulan Desember, Maret, Juli, dan September (Kembaren dkk., 2012).</div><table align="center" cellpadding="0" cellspacing="0" class="tr-caption-container" style="margin-left: auto; margin-right: auto;"><tbody><tr><td style="text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgav9r7w141VRcdPtxaUyrhDDllMasO6Qqga_ddSIxdcz_dE2BDXAi-9placY8rmbnaLss-L9w_9Xd_AguCrEYsbSZm8U19C_vflMkXjYbHMl9G6YGJMgqW95-NWtM8zsSNNrUMuD7q6TonlQSWwBEq3fd593H-1K8FaZq5n4voonTh20Y_6uT4jNyj/s960/rajungan10.JPG" imageanchor="1" style="margin-left: auto; margin-right: auto;"><img border="0" data-original-height="720" data-original-width="960" height="240" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgav9r7w141VRcdPtxaUyrhDDllMasO6Qqga_ddSIxdcz_dE2BDXAi-9placY8rmbnaLss-L9w_9Xd_AguCrEYsbSZm8U19C_vflMkXjYbHMl9G6YGJMgqW95-NWtM8zsSNNrUMuD7q6TonlQSWwBEq3fd593H-1K8FaZq5n4voonTh20Y_6uT4jNyj/s320/rajungan10.JPG" width="320" /></a></td></tr><tr><td class="tr-caption" style="text-align: center;"><b><span style="font-size: x-small;">Induk rajungan yang sudah dipuni telur</span></b></td></tr></tbody></table><div style="text-align: justify;"><b>Penetasan Telur</b></div><div style="text-align: justify;">Lama masa inkubasi sampai menetas memerlukan waktu 5-8 hari tergantung dari perkembangan embrio, biasanya induk rajungan dengan telur yang berwarna kuning memerlukan waktu lebih lama dibandingkan dengan berwarna coklat atau hitam.</div><div style="text-align: justify;"><br /></div><div style="text-align: justify;">Dalam bak penetasan biasanya telur akan menetas pada waktu malam atau pagi hari antara pukul 20.00 – 24.00 dan pukul 06.00 – 08.00. setelah semua telur yang ada dalam lipatan abdomen menetas, aerasi dalam bak diangkat/dimatikan dan ditunggu sampai larva mengumpul pada bagian permukaan air. Dari seekor induk rajungan dapat menghasilkan zoea-1 sebanyak 450.000 sampai 950.000 ekor. Hubungan antara induk rajungan dengan jumlah zoea yang dihasilkan sangat erat dimana semakin besar ukuran induk akan menghasilkan zoea yang banyak (Susanto dkk., 2005).</div><div style="text-align: justify;"><span style="font-size: x-small;"><br /></span></div><div style="text-align: justify;"><div><b><i><span style="font-size: x-small;">Sumber : Rohmat Syaivudin MS. Budidaya Rajungan (Portunus pelagicus). Universitas Muhammadiyah Malang. 2016</span></i></b></div><div><b><i><br /></i></b></div><div><b><i>Semoga Bermanfaat...</i></b></div></div></div>aan supriatnahttp://www.blogger.com/profile/03660478887251586772noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-3841450010311841822.post-70498077504563538732022-03-21T21:11:00.001+07:002022-03-28T21:15:01.829+07:00Pemeliharaan Induk Rajungan<div style="height: 0px; text-align: left;"><div style="text-align: justify;">Dalam pematangan gonad induk kepiting ini kepadatan calon induk dalam bak perkawinan adalah 5 ekor/ m2 dengan perbandingan jantan dan betina 2 : 3. Sebelum dimasukkan kedalam bak perkawinan terlebih dahulu dilakukan adaptasi dalam bak penampungan kurang lebih 3 hari (Ramelan, 1994).</div><table align="center" cellpadding="0" cellspacing="0" class="tr-caption-container" style="margin-left: auto; margin-right: auto;"><tbody><tr><td style="text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEj3LGQ_wtIHQLUHDlkYdIRZ92hsVbMVtDFlDkmsZbA2n8ERmt8J-kv0C-KzwPnNpWMJUHFvbjYZWCO5Pw19WeS5krwrCtkcc-7zHs4I7nrElEdbZ94aF3kBUuxno6PD4TDpViVpxbTbr8Qt9EzOItzL-FuotR_p_9ACIHCcmc6i8XAoskVMNUn05LJC/s720/rajungan9.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: auto; margin-right: auto;"><img border="0" data-original-height="540" data-original-width="720" height="300" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEj3LGQ_wtIHQLUHDlkYdIRZ92hsVbMVtDFlDkmsZbA2n8ERmt8J-kv0C-KzwPnNpWMJUHFvbjYZWCO5Pw19WeS5krwrCtkcc-7zHs4I7nrElEdbZ94aF3kBUuxno6PD4TDpViVpxbTbr8Qt9EzOItzL-FuotR_p_9ACIHCcmc6i8XAoskVMNUn05LJC/w400-h300/rajungan9.jpg" width="400" /></a></td></tr><tr><td class="tr-caption" style="text-align: center;"><b><span style="font-size: x-small;">Perbedaan antara induk jantan dan betina rajungan</span></b></td></tr></tbody></table><div style="text-align: justify;">Pemeliharaan induk sebelum dan sesudah perkawinan dilakukan di bak-bak khusus, berupa tangki air yang dilengkapi dengan dasar berpasir setebal 10 cm dengan air yang mengalir sedalam 50 cm (Kordi, 1997).</div><div style="text-align: justify;"><br /></div><div style="text-align: justify;"><b>Pengelolaan Pakan.</b></div><div style="text-align: justify;">Menurut Susanto dkk., (2005) selama masa pemeliharaan calon induk diberi pakan berupa kombinasi pakan segar yaitu cumi, kerang, dan ikan rucah dengan dosis 10%/bobot/hari. Sementara induk yang telah membawa telur pada lipatan abdomennya ditempatkan secara individu dalam bak fibre glass berukuran diameter 90 cm, tinggi 80 cm dengan volume air laut sekitar 300 L yang dilengkapi dengan system aerasi. Sedangkan menurut Ramelan (1994), jumlah makanan yang diberikan 10 – 15 % total berat badan kepiting setiap hari. Pakan diberikan dua kali sehari, pagi dan sore hari. Sebelum memberikan pakan, dilakukan pengamatan terhadap sisa makanan yang diberikan sebelumnya. Jika terlihat ada kelebihan, maka jumlah pakan yang diberikan harus dikurangi, sebaliknya jika tidak terlihat adanya sisa makanan, maka jumlah pakan harus ditambah.</div><div style="text-align: justify;"><br /></div><div style="text-align: justify;"><b>Pengelolaan Air</b></div><div style="text-align: justify;">Selama pemeliharaan kualitas air harus dijaga supaya tetap baik. Pergantian air dilakukan setiap hari sekitar 50 – 100%. Secara periodik dalam waktu 15 hari sekali bak dikeringkan sehingga dasar bak menjadi kering dan diharapkan terjadi proses mineralisasi bahan organic yang ada dalam lumpur. Pengeringan dilakukan selama 1 minggu dan selama pengeringan calon induk dipindahkan ke tempat lain (Ramelan, 1994).</div><div style="text-align: justify;"><br /></div><div style="text-align: justify;"><b>Seleksi Induk</b></div><div style="text-align: justify;">Calon induk dapat berasal dari hasil penangkapan di tambak tradisional atau perairan di pinggir pantai, atau dapat juga berasal dari penangkapan di laut. Induk yang berasal dari laut biasanya terlihat lebih jernih dibandingkan dengan calon induk dari tambak. Kesehatan calon induk juga harus diperhatikan, oleh karena itu dipilih yang bersih, tidak berbercak atau mempunyai tanda-tanda penyakit pada tubuhnya. Di samping itu calon induk dipilih yang mempunyai organ tubuh lengkap. Ramelan (1994). Induk rajungan yang digunakan adalah induk alam yang telah berisi telur (Kordi, 2008).</div><div style="text-align: justify;"><br /></div><div style="text-align: justify;"><div><b><i><span style="font-size: x-small;">Sumber : Rohmat Syaivudin MS. Budidaya Rajungan (Portunus pelagicus). Universitas Muhammadiyah Malang. 2016</span></i></b></div><div><b><i><br /></i></b></div><div><b><i>Semoga Bermanfaat...</i></b></div></div></div>aan supriatnahttp://www.blogger.com/profile/03660478887251586772noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-3841450010311841822.post-63459635887774568752022-03-18T21:05:00.001+07:002022-03-28T21:10:07.255+07:00Sumber Air Pada Kegiatan Pembenihan Rajungan<div style="height: 0px; text-align: left;"><div style="text-align: justify;">Sumber air yang digunakan untuk pembenihan rajungan adalah air laut (32-34 ppt) yang telah disucihamakan dengan chlorine 25 mg/liter, dibiarkan selama 24 jam dan dinetralisir dengan sodium thiosulfat 0,175 mg/liter (Susanto dkk., 2005).</div><div style="text-align: justify;"><table align="center" cellpadding="0" cellspacing="0" class="tr-caption-container" style="margin-left: auto; margin-right: auto;"><tbody><tr><td style="text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjuZuKmROJq5Kzi--4cXwZ33lVCmZAju75vtovasQYFPIuyYyQKG41r95-ABxXvA5E2IjQxJVfdM1z9t_IAOXeUfkyByl1E5fEoyLT5Prkm9Qgjbqt9Fhhwep7LWiKUq5IZ1F-ucD_p4p81T9ZbxoVN8yD9FNAbjPpyBrU47Z8EYwqd2TF7ahJtEQEM/s1600/rajungan8.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: auto; margin-right: auto;"><b><span style="font-size: x-small;"><img border="0" data-original-height="900" data-original-width="1600" height="225" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjuZuKmROJq5Kzi--4cXwZ33lVCmZAju75vtovasQYFPIuyYyQKG41r95-ABxXvA5E2IjQxJVfdM1z9t_IAOXeUfkyByl1E5fEoyLT5Prkm9Qgjbqt9Fhhwep7LWiKUq5IZ1F-ucD_p4p81T9ZbxoVN8yD9FNAbjPpyBrU47Z8EYwqd2TF7ahJtEQEM/w400-h225/rajungan8.jpg" width="400" /></span></b></a></td></tr><tr><td class="tr-caption" style="text-align: center;"><b><span style="font-size: x-small;">Salahsatu sumber air laut untuk kegiatan pembenihan rajungan</span></b></td></tr></tbody></table></div><div style="text-align: justify;"><b>Kualitas</b></div><div style="text-align: justify;">Kualitas air yang dimaksud dalam pembenihan ini yaitu meliputi suhu, pH, oksigen terlarut salinitas dan amoniak. Pendapat Juwana dan Romimohtarto (2000), bahwa suhu optimum untuk larva rajungan fase megalopa berkisar antara 28-34ºC. Menurut Juwana dan Romimohtarto (2000), menyatakan bahwa pH yang baik untuk megalopa rajungan adalah 7,5-8,5. Oksigen terlarut merupakan suatu parameter pembatas utama karena pengaruh oksigen terlarut sangat penting pada kelangsungan hidup dan pertumbuhan. Apabila kandungan oksigen rendah menyebabkan pada kematian larva. Menurut Adi (2011), oksigen terlarut di dalam air antara 4-6 ppm dianggap paling ideal untuk tumbuh dan berkembang larva. Salinitas merupakan salah satu parameter kualitas air yang sangat berpengaruh terhadap kelangsungan hidup larva rajungan. Menurut Juwana (1997), salinitas yang optimal untuk larva rajungan berkisar 28–34 ppt. Dikatakan Adi (2011), bahwa salinitas 31-33 ppt dan suhu air 31oC dengan pemberian pakan yang cukup dapat mempercepat molting larva rajungan.</div><div style="text-align: justify;"><br /></div><div style="text-align: justify;"><b>Kuantitas</b></div><div style="text-align: justify;">Media yang digunakan adalah air laut bersih yang telah disterilkan dengan klorin untuk mencegah adanya parasit dari air laut dan telah dinetralkan pada bak penampungan air (Mardjono dan Arifin, 1992). Air laut yang dipompa harus bersih, jernih dan tidak tercemar dengan salinitas 30 – 34 ppt.</div><div style="text-align: justify;"><br /></div><div style="text-align: justify;"><div><b><i><span style="font-size: x-small;">Sumber : Rohmat Syaivudin MS. Budidaya Rajungan (Portunus pelagicus). Universitas Muhammadiyah Malang. 2016</span></i></b></div><div><b><i><br /></i></b></div><div><b><i>Semoga Bermanfaat...</i></b></div></div></div>aan supriatnahttp://www.blogger.com/profile/03660478887251586772noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-3841450010311841822.post-72794528901122954872022-03-14T21:00:00.000+07:002022-03-28T21:04:04.448+07:00Wadah Dalam Pembenihan Rajungan<div style="height: 0px; text-align: left;"><div style="text-align: justify;">Bak yang digunakan untuk pemeliharaan induk terbuat dari semen berbentuk empat persegi panjang yang bagian dalamnya sebaiknya berwarna gelap. Penetasan telur kepiting dapat dilakukan dalam bak fibre glass yang berbentuk kerucut dengan volume 300-500 liter (Kanna, 2002).</div><table align="center" cellpadding="0" cellspacing="0" class="tr-caption-container" style="margin-left: auto; margin-right: auto;"><tbody><tr><td style="text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhx5-t7oH9aD88csBwkeAcxrPh2l63gBXQ22vTDJS-jLeItVTOMZiq7ny_dSoctYp9fDQ2gWIkojs9lR7m3E00QVuo2zMw1sq2W5gr5HiPxvG9kvP8iERe6LYMqBTKGLmHi90SzGaUasFFzBPLzZpjyzmzlXVArf_XYLPJZNmisx3t6eO6yZRNEgYsd/s1080/rajungan7.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: auto; margin-right: auto;"><img border="0" data-original-height="648" data-original-width="1080" height="240" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhx5-t7oH9aD88csBwkeAcxrPh2l63gBXQ22vTDJS-jLeItVTOMZiq7ny_dSoctYp9fDQ2gWIkojs9lR7m3E00QVuo2zMw1sq2W5gr5HiPxvG9kvP8iERe6LYMqBTKGLmHi90SzGaUasFFzBPLzZpjyzmzlXVArf_XYLPJZNmisx3t6eO6yZRNEgYsd/w400-h240/rajungan7.jpg" width="400" /></a></td></tr><tr><td class="tr-caption" style="text-align: center;"><b><span style="font-size: x-small;">Wadah dalam kegiatan pembenihan rajungan</span></b></td></tr></tbody></table><div style="text-align: justify;">Penetasan telur kepiting dilakukan di bak-bak semen, akuarium kaca atau fiberglass, yang dilengkapi dengan aerator. Semua peralatan dan kebutuhan penetasan harus disiapkan untuk mendukung keberhasilan penetasan telur. Kordi (1997). Bak yang digunakan dalam pemeliharaan benih rajungan adalah 2 buah bak semen volume 6 ton. Bak ditempatkan di ruang terbuka dengan atap dari kaca agar mendapatkan cahaya yang cukup. Bak pemeliharaan benih dilengkapi dengan sistem aerasi dengan jarak aerasi satu dengan yang lainnya adalah 0,5 m. Bak sebagian ditutup dengan terpal yang berfungsi untuk menjaga kestabilan suhu dalam bak pemeliharaan (Tanti dan Laksmi, 2010).</div><div style="text-align: justify;"><br /></div><div style="text-align: justify;"><b>Bentuk wadah</b></div><div style="text-align: justify;">Wadah yang digunakan dalam pembenihan rajungan dapat berupa bak oval yang dirancang, dan bak bulat volume 3.000 L yang dindingnya dicat warna hitam, dan bagian dasar bak dicat warna putih ( Susanto dkk., 2005).</div><div style="text-align: justify;"><br /></div><div style="text-align: justify;">Wadah-wadah pemeliharaan berbentuk bulat sangat baik, karena tidak adanya pojok-pojok dimana larva, makanan, dan kotoran lainnya dapat terakumulasi. Pemeliharaan larva dilakukan pada berbagai wadah dan ukuran yang disesuaikan dengan usaha. Untuk pemeliharaan larva komersial yang berskala besar, ukuran wadah 75-300 ton cukup besar. Sedangkan usaha-usaha kecil disesuaikan ketersediaan induk yang hendak ditetaskan ( Kordi, 1997).</div><div style="text-align: justify;"><br /></div><div style="text-align: justify;">Larva rajungan dipelihara dalam bak berbentuk bulat walaupun larva juga dapat dipelihara pada berbagai bentuk bak, tetapi yang lebih sesuai untuk pemeliharaan larva rajungan adalah bentuk bak bulat yang ditempatkan dalam ruangan yang memiliki intensitas cahaya dan suhu yang cukup (Susanto dkk., 2005).</div><div style="text-align: justify;"><br /></div><div style="text-align: justify;"><b>Persiapan Wadah</b></div><div style="text-align: justify;">Sebelum melakukan pembenihan, ada beberapa persiapan yang harus dilakukan. Sarana dan prasarana pembenihan yang mau digunakan harus higienis, siap pakai, dan bebas dari bahan-bahan cemaran yang dapat mengakibatkan kegagalan proses pembenihan. Untuk itu, bak-bak yang akan dipergunakan untuk pembenihan harus dibersihkan, disikat dan dicuci dengan deterjen kemudian dikeringkan selama 2-3 hari. Pembersihan bak pembenihan juga dapat dilakukan dengan cara bagian dalam bak dengan kain yang telah dicelupkan ke dalam larutan bahan-bahan desinfektan, seperti chlorine dosis 150 ppm, kemudian didiamkan selama 1-2 jam. Kemudian, bak pembenihan dinetralisasi dengan larutan Na- Thiosulfat 50 ppm (Kanna, 2002).</div><div style="text-align: justify;"><br /></div><div style="text-align: justify;"><div><b><i><span style="font-size: x-small;">Sumber : Rohmat Syaivudin MS. Budidaya Rajungan (Portunus pelagicus). Universitas Muhammadiyah Malang. 2016</span></i></b></div><div><b><i><br /></i></b></div><div><b><i>Semoga Bermanfaat...</i></b></div></div></div>aan supriatnahttp://www.blogger.com/profile/03660478887251586772noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-3841450010311841822.post-3179283964420479842022-03-11T20:49:00.001+07:002022-03-28T20:57:39.749+07:00Pemilihan Lokasi Pembenihan Rajungan<div style="text-align: justify;">Pemilihan lokasi yang tepat sangat menentukan keberhasilan dan kelanjutan usaha budidaya. Oleh karena itu penetapan lokasi untuk usaha pembenihan harus dipertimbangkan secara matang. Ada beberapa faktor yang harus di penuhi yaitu faktor teknis dan faktor non teknis.</div><div style="text-align: justify;"><br /></div><div style="text-align: justify;"><b>Faktor Terknis</b></div><div style="text-align: justify;"><div>Pemilihan lokasi merupakan faktor utama dalam menentukan keberhasilan pembenihan rajungan. Lokasi pembenihan harus berada di tepi pantai, hal ini dikarenakan untuk penyediaan air laut sebagai media pemeliharaan. Air laut tersebut sebelum dimasukkan ke bak pemeliharaan terlebih dahulu disaring dengan menggunakan filter bag. Bak yang akan digunakan berada di dekat pantai dan penyediaan air laut lebih mudah untuk disalurkan secara langsung dengan cara dipompa, maka harus memperhatikan hal-hal sebagai berikut:</div><div><ol><li>Kondisi dasar laut tidak berlumpur.</li><li>Air laut yang dipompa harus bersih, jernih dan tidak tercemar dengan salinitas 30 – 34 ppt.</li><li>Air laut dapat dipompa secara terus menerus minimal selama 20 jam. </li></ol></div><table align="center" cellpadding="0" cellspacing="0" class="tr-caption-container" style="margin-left: auto; margin-right: auto;"><tbody><tr><td style="text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhbHPfpcevUj1-Nds5sKWwWTrMPI2fTjOfB6hPvuoPttRk02ysJhPTyFJYoQyD98-0szV-XN1JOTW6laq2T-OMwiPaX97HQFPHShOQqfSgnW5kOGYodFEYA5lCxFAVnYuNjVWQy-5QBZRwTM3ay4zITimQufNBKewT478GgNaSElaU3EpL50KWP3avE/s277/rajungan6.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: auto; margin-right: auto;"><img border="0" data-original-height="183" data-original-width="277" height="183" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhbHPfpcevUj1-Nds5sKWwWTrMPI2fTjOfB6hPvuoPttRk02ysJhPTyFJYoQyD98-0szV-XN1JOTW6laq2T-OMwiPaX97HQFPHShOQqfSgnW5kOGYodFEYA5lCxFAVnYuNjVWQy-5QBZRwTM3ay4zITimQufNBKewT478GgNaSElaU3EpL50KWP3avE/s1600/rajungan6.jpg" width="277" /></a></td></tr><tr><td class="tr-caption" style="text-align: center;"><b><span style="font-size: x-small;">Ilustrasi lokasi panti perbenihan rajungan</span></b></td></tr></tbody></table><div>Pemilihan tempat pembenihan kepiting harus mempertimbangkan aspek-aspek yang berkaitan dengan lokasi. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam persyaratan lokasi adalah :</div><div><ol><li>Status tanah dalam kaitannya dengan peraturan daerah dan perundang-undangan perlu diperhatikan dengan jelas sebelum hatchery dibangun.</li><li>Terletak pada tanah datar tidak terlalu jauh dari garis pantai.</li></ol></div><div><div><b>Faktor Non Teknis</b></div><div>Dalam pembenihan rajungan ini, sebaiknya hatchery terletak pada daerah yang sudah mempunyai beberapa prasarana pendukung seperti jaringan jalan, listrik PLN, dan lain sebagainya (Ramelan, 1994).</div></div><div><br /></div><div><div><b><i><span style="font-size: x-small;">Sumber : Rohmat Syaivudin MS. Budidaya Rajungan (Portunus pelagicus). Universitas Muhammadiyah Malang. 2016</span></i></b></div><div><b><i><br /></i></b></div><div><b><i>Semoga Bermanfaat...</i></b></div></div></div>aan supriatnahttp://www.blogger.com/profile/03660478887251586772noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-3841450010311841822.post-2119356023775795412022-03-07T20:44:00.001+07:002022-03-28T20:47:25.225+07:00Musim Pemijahan Rajungan<div style="height: 0px; text-align: left;"><div style="text-align: justify;">Romimohtarto (2005) menyatakan bahwa musim pemijahan rajungan lebih mudah diamati dari pada ikan, hal ini dapat ditandai dengan terdapatnya telur-telur yang sudah dibuahi yang masih terbawa induknya yang melekat pada lipatan abdomen bersama pleopodanya. Musim pemijahan rajungan terjadi sepanjang tahun dengan puncaknya terjadi pada musim barat di bulan Desember, musim peralihan pertama di bulan Maret, musim Timur di bulan Juli, dan musim peralihan kedua di bulan September.</div><table align="center" cellpadding="0" cellspacing="0" class="tr-caption-container" style="margin-left: auto; margin-right: auto;"><tbody><tr><td style="text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEh1bJhU-PZFgCKyyroiDInefqCriuuSIWVWF__GojHQs56z9wCJewg5A4zDqk7O5-c1PosvwWI37u7fqIKOrJ4SNgeXlcJgfiGON_MUQ2E0Lwud47SFOPD1qajVZqJWcBmXu_ZP2O4QD8bO56LS7o87q9_nL1QvBQFNGDsTatviOZ-eXqFQ2nDLNXiB/s500/rajungan5.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: auto; margin-right: auto;"><img border="0" data-original-height="434" data-original-width="500" height="278" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEh1bJhU-PZFgCKyyroiDInefqCriuuSIWVWF__GojHQs56z9wCJewg5A4zDqk7O5-c1PosvwWI37u7fqIKOrJ4SNgeXlcJgfiGON_MUQ2E0Lwud47SFOPD1qajVZqJWcBmXu_ZP2O4QD8bO56LS7o87q9_nL1QvBQFNGDsTatviOZ-eXqFQ2nDLNXiB/s320/rajungan5.jpg" width="320" /></a></td></tr><tr><td class="tr-caption" style="text-align: center;"><b><span style="font-size: x-small;">Rajungan yang bertelur</span></b></td></tr></tbody></table><div style="text-align: justify;">Untuk mengetahui kemampuan individu dalam menghasilkan keturunan (larva/anak) dapat dilihat dari jumlah telur yang dihasilkan oleh individu betina dalam suatu pemijahan. Nakamura (1990) menyatakan bahwa perhitungan fekunditas umumnya dilakukan dengan mengestimasi jumlah telur yang ada di dalam ovarium pada organisme matang gonad. Jumlah telur yang dihasilkan oleh kepiting rajungan bervariasi tergantung besarnya individu. Untuk kepiting yang panjang karapasnya 140 mm dapat menghasilkan 800.000 butir, sedangkan yang panjang karapaksnya 160 mm dapat menghasilkan 2.000.000 dan individu dengan panjang karapaks 220 mm menghasilkan 4.000.000 butir.</div><div style="text-align: justify;"><br /></div><div style="text-align: justify;">Menurut Nontji (1986), seekor rajungan dapat menetaskan telurnya menjadi larva mencapai lebih sejuta ekor. Selanjutnya massa telur kepiting rajungan yang berwarna kuning atau jingga berisi antara 1.750.000 hingga 2.000.000 butir telur.</div><div style="text-align: justify;"><br /></div><div style="text-align: justify;"><div><b><i><span style="font-size: x-small;">Sumber : Rohmat Syaivudin MS. Budidaya Rajungan (Portunus pelagicus). Universitas Muhammadiyah Malang. 2016</span></i></b></div><div><b><i><br /></i></b></div><div><b><i>Semoga Bermanfaat...</i></b></div></div></div>aan supriatnahttp://www.blogger.com/profile/03660478887251586772noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-3841450010311841822.post-19340320631582702332022-03-04T20:34:00.001+07:002022-03-28T20:43:30.609+07:00Habitat dan Siklus Hidup Rajungan<div style="height: 0px; text-align: left;"><div style="text-align: justify;"><b>Habitat Rajungan</b></div><div style="text-align: justify;">Menurut Moosa (1980) Habitat rajungan adalah pada pantai bersubstrat pasir, pasir berlumpur dan di pulau berkarang, juga berenang dari dekat permukaan laut (sekitar 1 m) sampai kedalaman 65 meter. Rajungan hidup di daerah estuaria kemudian bermigrasi ke perairan yang bersalinitas lebih tinggi untuk menetaskan telurnya, dan setelah mencapai rajungan muda akan kembali ke estuaria (Nybakken 1986). </div><table align="center" cellpadding="0" cellspacing="0" class="tr-caption-container" style="margin-left: auto; margin-right: auto;"><tbody><tr><td style="text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhKVPZNDqlxnw73CVO-H6BrXJdHb5H0u4jd1p4HlJ_wDkxymoqWJohs_YIQnOvLePRAdSfRsqr3qVjMepw_WNuDNIt9XxBUElixDXuH2vPUHJZor355mhrdxY8CRtIRjmN-vLTis6SUSc23T8xHsIstEHnQTC90g00jfz36aF8aQI6Ow6SLe6OH_h20/s360/rajungan2.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: auto; margin-right: auto;"><img border="0" data-original-height="270" data-original-width="360" height="240" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhKVPZNDqlxnw73CVO-H6BrXJdHb5H0u4jd1p4HlJ_wDkxymoqWJohs_YIQnOvLePRAdSfRsqr3qVjMepw_WNuDNIt9XxBUElixDXuH2vPUHJZor355mhrdxY8CRtIRjmN-vLTis6SUSc23T8xHsIstEHnQTC90g00jfz36aF8aQI6Ow6SLe6OH_h20/s320/rajungan2.jpg" width="320" /></a></td></tr><tr><td class="tr-caption" style="text-align: center;"><b><span style="font-size: x-small;">Rajungan di habitat aslinya</span></b></td></tr></tbody></table><div style="text-align: justify;">Rajungan banyak menghabiskan hidupnya dengan membenamkan tubuhnya di permukaan pasir dan hanya menonjolkan matanya untuk menunggu ikan dan jenis invertebrata lainnya yang mencoba mendekati untuk diserang atau dimangsa. Perkawinan rajungan terjadi pada musim panas, dan terlihat yang jantan melekatkan diri pada betina kemudian menghabiskan beberapa waktu perkawinan dengan berenang (Susanto 2010). </div><div style="text-align: justify;"><br /></div><div style="text-align: justify;">Menurut Juwana (1997), rajungan hidup di berbagai ragam habitat, termaksud tambak-tambak ikan di perairan pantai yang mendapatkan masukan air laut dengan baik. Kedalaman perairan tempat rajungan ditemukan berkisar antara 0-60 m. Substrat dasar habitat sangat beragam mulai dari pasir kasar, pasir halus, pasir bercampur lumpur, sampai perairan yang ditumbuhi lamun.</div><div style="text-align: justify;"><br /></div><div style="text-align: justify;">Menurut Nontji (1986), rajungan merupakan salah satu jenis dari famili Portunidae yang habitatnya dapat ditemukan hampir di seluruh perairan pantai Indonesia, bahkan ditemukan pula pada daerah-daerah subtropis. Nyabakken (1986) mengemukakan bahwa rajungan hidup sebagai binatang dewasa di daerah estuaria dan di teluk pantai. Rajungan betina bermigrasi ke perairan yang bersalinitas lebih tinggi untuk menetaskan telurnya dan begitu stadium larvanya dilewati rajungan muda tersebut bermigrasi kembali ke muara estuaria. Rajungan hidup pada kedalaman air laut sampai 40 m, pada daerah pasir, lumpur, atau pantai berlumpur (Coleman 1991).</div><div style="text-align: justify;"><br /></div><div style="text-align: justify;"><div><b>Siklus Hidup Rajungan </b></div><div>Menurut Effendy dkk. (2006), rajungan hidup di daerah estuaria kemudian bermigrasi ke perairan yang mempunyai salinitas lebih tinggi. Saat telah dewasa, rajungan yang siap memasuki masa perkawinan akan bermigrasi di daerah pantai. Setelah melakukan perkawinan, rajungan akan kembali ke laut untuk menetaskan telurnya.</div><table align="center" cellpadding="0" cellspacing="0" class="tr-caption-container" style="margin-left: auto; margin-right: auto;"><tbody><tr><td style="text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEif3wgTCTFA-9uQvKNGZl2bfC4ojryWR59YICsajYEcuiUuTImg4939pLMvleT2Xs2nWDeMghGOVJfUKDqjKsYkFCp2Zmyi_AFsKUzxKDZxuvI81jVI1DRDwoA-aBxBdJ6QN56RGEOGdtaEeuir04gyfIUfYvB2elMUAGX4PspmlFPNgdqUcLeEICQv/s301/rajungan3.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: auto; margin-right: auto;"><img border="0" data-original-height="168" data-original-width="301" height="223" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEif3wgTCTFA-9uQvKNGZl2bfC4ojryWR59YICsajYEcuiUuTImg4939pLMvleT2Xs2nWDeMghGOVJfUKDqjKsYkFCp2Zmyi_AFsKUzxKDZxuvI81jVI1DRDwoA-aBxBdJ6QN56RGEOGdtaEeuir04gyfIUfYvB2elMUAGX4PspmlFPNgdqUcLeEICQv/w400-h223/rajungan3.jpg" width="400" /></a></td></tr><tr><td class="tr-caption" style="text-align: center;"><b><span style="font-size: x-small;">Siklus hidup rajungan</span></b></td></tr></tbody></table><div>Saat fase larva masih bersifat planktonik yang melayang-layang di lepas pantai dan kembali ke daerah estuaria setelah mencapai rajungan muda. Saat masih larva, rajungan cenderung sebagai pemakan plankton. Semakin besar ukuran tubuh, rajungan akan menjadi omnivora atau pemakan segala. Jenis pakan yang disukai saat masih larva antara lain udang-udangan seperti rotifera sedangkan saat dewasa, rajungan lebih menyukai ikan rucah, bangkai binatang, siput, kerang-kerangan, tiram, mollusca dan jenis krustacea lainnya terutama udang-udang kecil, pemakan bahan tersuspensi di daratan lumpur (Effendy, dkk 2006).</div><div><br /></div><div><b>Pertumbuhan Rajungan </b></div><div>Pertumbuhan pada rajungan adalah perubahan ukuran, dapat berupa panjang atau berat dalam waktu tertentu setelah molting. Pertumbuhan dipengaruhi oleh faktor jumlah dan ukuran makanan yang tersedia, suhu, oksigen terlarut, kualitas air, umur dan ukuran organisme (Fatmawati 2010).</div><table align="center" cellpadding="0" cellspacing="0" class="tr-caption-container" style="margin-left: auto; margin-right: auto;"><tbody><tr><td style="text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgULhuOzDJ10y86NJC9y4HYncXUoPAgp2WPnlHdKdJc5oCbot8T9YqgNQEAeKRjvBoGUNYGxA4fcX2dVKPHJDCYnzsuLUPSe3ooliVbAqpXfuMe1-hPvXaR3eIJhh5Bat-uMQrWafgF8zOxNuss8VsltG3guRH5bq77y_MRB9zMwwIDyQOaT4LZbq1l/s320/rajungan4.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: auto; margin-right: auto;"><img border="0" data-original-height="320" data-original-width="320" height="320" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgULhuOzDJ10y86NJC9y4HYncXUoPAgp2WPnlHdKdJc5oCbot8T9YqgNQEAeKRjvBoGUNYGxA4fcX2dVKPHJDCYnzsuLUPSe3ooliVbAqpXfuMe1-hPvXaR3eIJhh5Bat-uMQrWafgF8zOxNuss8VsltG3guRH5bq77y_MRB9zMwwIDyQOaT4LZbq1l/s1600/rajungan4.jpg" width="320" /></a></td></tr><tr><td class="tr-caption" style="text-align: center;"><b><span style="font-size: x-small;">Pertumbuhan rajungan</span></b></td></tr></tbody></table><div>Nontji (1986) memukakan bahwa kepiting rajungan dalam siklus hidupnya zoea sampai dewasa mengalami pergantian kulit sekitar 20 kali dan ukuran lebar karapakknya dapat mencapai 18 cm. Selanjutnya Soim (1994) memukakan bahwa berdasarkan hasil penelitian ditemukan rajungan jantan memiliki pertumbuhan lebar karapaks lebih baik dibandingkan dengan betina.</div><div><br /></div><div><div><b><i><span style="font-size: x-small;">Sumber : Rohmat Syaivudin MS. Budidaya Rajungan (Portunus pelagicus). Universitas Muhammadiyah Malang. 2016</span></i></b></div><div><b><i><br /></i></b></div><div><b><i>Semoga Bermanfaat...</i></b></div></div></div></div>aan supriatnahttp://www.blogger.com/profile/03660478887251586772noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-3841450010311841822.post-10607755091882324742022-02-25T20:25:00.001+07:002022-03-28T20:33:43.341+07:00Morfologi dan Klasifikasi Rajungan<div style="height: 0px; text-align: left;"><div style="text-align: justify;"><b>Morfologi Rajungan</b></div><div style="text-align: justify;">Menurut Nontji (1986), ciri morfologi rajungan mempunyai karapaks berbentuk bulat pipih dengan warna yang sangat menarik kiri kanan dari karapas terdiri atas duri besar, jumlah duri-duri sisi belakang matanya 9 buah. Rajungan dapat dibedakan dengan adanya beberapa tanda-tanda khusus, di antaranya adalah pinggiran depan di belakang mata, rajungan mempunyai 5 pasang kaki, yang terdiri atas 1 pasang kaki (capit) berfungsi sebagai pemegang dan memasukkan makanan kedalam mulutnya, 3 pasang kaki sebagai kaki jalan dan sepasang kaki terakhir mengalami modifikasi menjadi alat renang yang ujungnya menjadi pipih dan membundar seperti dayung. Oleh sebab itu, rajungan dimasukan kedalam golongan kepiting berenang (<i>swimming crab</i>). </div><table align="center" cellpadding="0" cellspacing="0" class="tr-caption-container" style="margin-left: auto; margin-right: auto;"><tbody><tr><td style="text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjUqZ09p_eImatnU8xY1uE17E_GyesTbsoBZ8mt_2MuAY2Wu71qZhPdHiFSASabIWazR3Ka6V0jCDcuf2bx_T3mTvJK91IEoDIqJoiUXTm-IivH1ZC1mPj2uzj6nwMgHsCboAxFX6ecVZA4McFzfGJmxiZ5lwPbvmNkJtTJ6rYGHugDWh1zUW1N0Ssq/s315/rajungan1.jpg" style="margin-left: auto; margin-right: auto;"><img border="0" data-original-height="234" data-original-width="315" height="234" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjUqZ09p_eImatnU8xY1uE17E_GyesTbsoBZ8mt_2MuAY2Wu71qZhPdHiFSASabIWazR3Ka6V0jCDcuf2bx_T3mTvJK91IEoDIqJoiUXTm-IivH1ZC1mPj2uzj6nwMgHsCboAxFX6ecVZA4McFzfGJmxiZ5lwPbvmNkJtTJ6rYGHugDWh1zUW1N0Ssq/s1600/rajungan1.jpg" width="315" /></a></td></tr><tr><td class="tr-caption" style="text-align: center;"><b><span style="font-size: x-small;">Rajungan</span></b></td></tr></tbody></table><div style="text-align: justify;">Ukuran rajungan antara yang jantan dan betina berbeda pada umur yang sama. Yang jantan lebih besar dan berwarna lebih cerah serta berpigmen biru terang. Sedang yang betina berwarna sedikit lebih coklat (Mirzads 2009). Rajungan jantan mempunyai ukuran tubuh lebih besar dan capitnya lebih panjang daripada betina. Perbedaan lainnya adalah warna dasar, rajungan jantan berwarna kebiru-biruan dengan bercak-bercak putih terang, sedangkan betina berwarna dasar kehijau-hijauan dengan bercak-bercak putih agak suram. Perbedaan warna ini jelas pada individu yang agak besar walaupun belum dewasa (Moosa 1980 dalam Fatmawati 2009). </div><div style="text-align: justify;"><br /></div><div style="text-align: justify;">Ukuran rajungan yang ada di alam bervariasi tergantung wilayah dan musim. Berdasarkan lebar karapasnya, tingkat perkembangan rajungan dapat dibagi menjadi tiga kelompok yaitu dengan lebar karapas 20-80 mm, menjelang dewasa dengan lebar 70-150 mm, dan dewasa dengan lebar karapas 150-200 mm (Mossa 1980 dalam Fatmawati 2009). Secara umum morfologi rajungan berbeda dengan kepiting bakau, di mana rajungan (Portunus pelagicus) memiliki bentuk tubuh yang lebih ramping dengan capit yang lebih panjang dan memiliki berbagai warna yang menarik pada karapasnya. Duri akhir pada kedua sisi karapas relatif lebih panjang dan lebih runcing (Anonim 2007).</div><div style="text-align: justify;"><b><br /></b></div><div style="text-align: justify;"><div><b>Klasifikasi Rajungan </b></div><div>Menurut Mirzads (2009), dilihat dari sistematiknya, rajungan termasuk ke dalam : </div><div>Kingdom : Animalia </div><div>Filum <span style="white-space: pre;"> </span>: Athropoda </div><div>Kelas <span style="white-space: pre;"> </span>: Crustasea </div><div>Ordo <span style="white-space: pre;"> </span>: Decapoda </div><div>Famili <span style="white-space: pre;"> </span>: Portunidae </div><div>Genus <span style="white-space: pre;"> </span>: Portunus </div><div>Species<span style="white-space: pre;"> </span>: <i>Portunus pelagicus</i> </div><div><br /></div></div><div style="text-align: justify;"><b><i><span style="font-size: x-small;">Sumber : Rohmat Syaivudin MS. Budidaya Rajungan (Portunus pelagicus). Universitas Muhammadiyah Malang. 2016</span></i></b></div><div style="text-align: justify;"><div><b><i><br /></i></b></div><div><b><i>Semoga Bermanfaat...</i></b></div></div></div>aan supriatnahttp://www.blogger.com/profile/03660478887251586772noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-3841450010311841822.post-25507453190874186492022-02-21T20:07:00.018+07:002022-03-28T20:32:20.227+07:00Rajungan dan Peluang Usahanya<div style="height: 0px; text-align: left;"><div style="text-align: justify;">Rajungan (<i>Portunus pelagicus</i>) termasuk dalam kelas <i>Krustacea</i>, family <i>Portunidae</i>, penyebarannya meliputi perairan Indo-Pasifik. Rajungan banyak ditemukan pada daerah dengan kondisi perairan yang sama seperti Kepiting Bakau (Scylla serrata). Rajungan dikenal dengan nama blue swimming crab atau Kepiting Pasir dan merupakan hasil samping dari tambak tradisional pasang surut di Asia (Cowan, 1992 dalam Susanto dkk., 2005).</div><table align="center" cellpadding="0" cellspacing="0" class="tr-caption-container" style="margin-left: auto; margin-right: auto;"><tbody><tr><td style="text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEidbpUgOzBdl4eXUqPVQsm0WcWZ3Bal4CFbxeyOS6xI6vqkkYtapnqU7Tejw9ETvzlYyjfBC32UBCPNg8U04IMnKEdGicuMMewSrmZpfUqb8lGRNQ2tXNOL_VUaUcDPj9VKFJ4CMPHj7zAbCVfzZOaeo1LsG2ff4Qq_EhJfhGdYacY0zJK0Tcg9jnkp/s602/rajungan.jpg" style="margin-left: auto; margin-right: auto;"><img border="0" data-original-height="602" data-original-width="602" height="320" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEidbpUgOzBdl4eXUqPVQsm0WcWZ3Bal4CFbxeyOS6xI6vqkkYtapnqU7Tejw9ETvzlYyjfBC32UBCPNg8U04IMnKEdGicuMMewSrmZpfUqb8lGRNQ2tXNOL_VUaUcDPj9VKFJ4CMPHj7zAbCVfzZOaeo1LsG2ff4Qq_EhJfhGdYacY0zJK0Tcg9jnkp/s320/rajungan.jpg" width="320" /></a></td></tr><tr><td class="tr-caption" style="text-align: center;"><b><span style="font-size: x-small;">Rajungan</span></b></td></tr></tbody></table><div style="text-align: justify;">Rajungan merupakan komoditas perikanan yang banyak diminati, memiliki nilai ekonomis tinggi dan mulai dikembangkan pembudidayanya. Rajungan telah banyak diekspor diberbagai negara dalam bentuk rajungan segar maupun olahan, dimana rajungan segar banyak diminta oleh negara Singapura dan dalam bentuk beku ke negara Jepang dan Amerika. Informasi dari Dinas Perikanan dan Kelautan, Jawa Tengah bahwa rajungan pada tahun 2003 masih mendominasi nilai ekspor hasil perikanan. Sampai Juni 2003 nilai ekspornya sekitar 7,4 juta dolar AS. Komoditas rajungan merupakan komoditas ekspor urutan ketiga dalam arti jumlah, setelah udang dan ikan. Sampai saat ini seluruh kebutuhan ekspor rajungan masih mengandalkan hasil tangkapan dari laut, sehingga akan mempengaruhi populasi di alam (Susanto dkk., 2005).</div><div style="text-align: justify;"><br /></div><div style="text-align: justify;">Selain rajungan ukuran konsumsi sebagai komoditas ekspor unggulan. Dewasa ini rajungan ukuran kecil (berat ± 1,8 gram/ekor) telah menjadi jenis makanan baru yang banyak diminati oleh orang Jepang sebagai camilan ketika minum sake. Hal ini menjadi peluang baru dalam usaha budidaya rajungan. Namun peluang ini, belum missal. Salah satu kendala dalam pengembangan teknologi untuk memproduksi baby crab rajungan tersebut dalam skala massal. Salah satu kendala dalam pengembangan teknologi pemeliharaan baby crab rajungan adalah rendahnya tingkat kelangsungan hidup (Ruliaty dkk., 2004).</div><div style="text-align: justify;"><br /></div><div style="text-align: justify;">Sampai saat ini rajungan (<i>Portunus pelagicus</i>) masih merupakan komoditas laut yang mempunyai nilai ekonomis yang penting. Penangkapan rajungan yang semakin intensif dapat mengakibatkan populasi alami rajungan mengalami penurunan. Akibat penangkapan di alam yang kurang terkendali, maka terjadi kelangkaan populasi rajungan di perairan Indonesia (Juwana, 2000). Permasalahan yang terjadi pada budidaya antara lain adalah kanibalisme yang tinggi terutama pada saat larva rajungan mengalami proses moulting. Kanibalisme dapat ditekan dengan salah satu cara yaitu pemberian tempat berlindung baik berupa shelter maupun substrat dasar yang cocok, grading dan pengurangan kepadatan larva selama pemeliharaan (Djunaedi, 2009).</div><div style="text-align: justify;"><br /></div><div style="text-align: justify;"><b><i><span style="font-size: x-small;">Sumber : Rohmat Syaivudin MS. Budidaya Rajungan (Portunus pelagicus). Universitas Muhammadiyah Malang. 2016</span></i></b></div><div style="text-align: justify;"><b><i><br /></i></b></div><div style="text-align: justify;"><b><i>Semoga Bermanfaat...</i></b></div></div>aan supriatnahttp://www.blogger.com/profile/03660478887251586772noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-3841450010311841822.post-14661879772966684322022-02-18T21:35:00.001+07:002022-03-16T21:42:54.120+07:00Fase Ikan Mendekati Umpan<div style="text-align: left;"><div style="text-align: justify;"><div>Menurut Ferno dan Olsen (1994) dalam Rachman (2008), tingkah laku ikan dapat dibedakan menjadi empat fase, fase tersebut antara lain :</div><div>1. <i>Arousal</i> - Timbul selera</div><div>Fase dimana ikan mulai mendeteksi adanya rangsangan. Rangsangan ini berupa bau, dengan menggunakan organ olfactorinya untuk mendeteksi jarak dan keberadaan umpan.</div><div><br /></div><div>2. <i>Searching</i> – Mencari makan</div><div>Fase ikan mulai mencari makan akibat timbul rangsangan menggunakan organ <i>chemoreceptor</i>. Organ chemoreceptor ada 2 yakni <i>gustory</i> (rasa) dan <i>olfaction</i> (bau).</div><div><br /></div><div>3. <i>Finding </i>- Fase masuknya makanan kedalam mulut ikan</div><div>Fase ini ikan telah menemukan dan memasukkan umpan kedalam mulut.Indera yang berperan pada fase ini adalah <i>olfactory</i> dan gustatory.</div><div><br /></div><div>4. Memakan Umpan</div><div>Dalam fase ini jika ikan merasa cocok ikan akan memakan umpan sebaliknya jika jika ikan merasa tidak cocok maka ikan tidak akan memakan umpan.</div><div><br /></div><div>Menurut Stoner (2004) dalam Fitri (2011), bahwa pada kebanyakan kasus, ikan akan tertarik umpan melalui isyarat kimia terlebih dahulu ketika umpan belum dapat dideteksi oleh organ penglihatan sehingga organ penciuman yang lebih dominan berperan. Apabila bentuk umpan telah diketahui posisinya sesuai dengan maximum sighting distance dan kekontrasannya dengan latar belakang kondisi perairan maka organ penglihatan yang lebih dominan atau berperan sehingga ikan akan mendekati dan akhirnya memakan umpan atau makanan tersebut.</div><table align="center" cellpadding="0" cellspacing="0" class="tr-caption-container" style="margin-left: auto; margin-right: auto;"><tbody><tr><td style="text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/a/AVvXsEifQvoWLgl-GB8bfIM3_fHzLi29K26DheRvR5zWLmxPkD0Ga9roa633lV8zor3p6KOQcpJFB6Q5grIIoCHdykqrb8XIJ0X1yDWb4uJ5T8_FzO7uPrOxj-R3ROVoUMQB9gdaD_9baxE5F6lbJHqAauRn5qP3OaqUuiXnAkC1Zgu3yZeSeeWm9HDAw_s8=s504" imageanchor="1" style="margin-left: auto; margin-right: auto;"><img border="0" data-original-height="301" data-original-width="504" height="191" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/a/AVvXsEifQvoWLgl-GB8bfIM3_fHzLi29K26DheRvR5zWLmxPkD0Ga9roa633lV8zor3p6KOQcpJFB6Q5grIIoCHdykqrb8XIJ0X1yDWb4uJ5T8_FzO7uPrOxj-R3ROVoUMQB9gdaD_9baxE5F6lbJHqAauRn5qP3OaqUuiXnAkC1Zgu3yZeSeeWm9HDAw_s8=s320" width="320" /></a></td></tr><tr><td class="tr-caption" style="text-align: center;"><b><span style="font-size: x-small;">Ikan memakan umpan</span></b></td></tr></tbody></table><div>Menurut Fitri (2010), Respons penciuman ikan terhadap perbedaan umpan dianalisis berdasarkan data nilai rataan waktu respons ikan pada fase arousal, searching, dan finding pada masing-masing jenis umpan. Data tersebut selanjutnya dibandingkan untuk mengetahui besarnya pengaruh perbedaan umpan pada waktu respon penciuman ikan kerapu dengan analisis statistik median-test. Respon ikan terhadap umpan ditentukan oleh beberapa faktor antara lain jenis, ukuran umpan, bentuk umpan, dan kandungan kimia. Respon ikan terhadap bentuk umpan dipengaruhi oleh faktor penglihatan ikan. Selama perlakuan siang hari ikan kerapu hanya menggunakan organ penglihatannya untuk mendeteksi umpan dalam kondisi umpan terbungkus rapat.</div><div><br /></div><div>Menurut Furevik (1994) dalam Ramadan (2011), tingkah laku ikan dalam menghadapi bubu dapat digolongkan ke dalam beberapa fase berurutan, yaitu:</div><div>1. <i>Fase arousal dan location</i>;</div><div>Fase ini merupakan fase awal. Ikan akan tertarik untuk mendekati bubu. Penyebab utama ikan mendekati bubu yang diberi umpan adalah adanya penyebaran aroma umpan.</div><div><br /></div><div>2. <i>Fase nearfield dan ingress</i>.</div><div>Fase ini merupakan fase lanjutan dari arousal dan location. Dalam fase ini,ikan akan berusaha mendekati bubu dan mencoba masuk ke dalamnya.</div><div><br /></div><div>3. <i>Fase inside the pot</i> atau aktivitas di dalam bubu; dan Fase kritis dalam perikanan bubu adalah pada saat ikan bergerak memasuk jalan pintu masuk.</div><div><br /></div><div>4. <i>Fase escape</i> atau lolos menuju lingkungan.</div><div>Laju lepasnya ikan yang terdapat di dalam bubu untuk setiap spesies ikan bergantung pada aktivitas ikan tersebut di dalam bubu.</div><div><br /></div><div>Ikan piranha termasuk jenis ikan agresif dan ganas. Biasanya ikan piranha berenang secara bergerombol dalam perairan.Ikan piranha membentuk kelompok untuk memudahkannya dalam menyerang mangsa. Selain itu, juga untuk pertahanan ketika menyerang mangsa.Piranha yang memiliki reputasi paling agresif adalah Pygocentrus nattereri. Tingkah laku ikan terhadap umpan ada 4 fase, yang pertama yaitu arousal yaitu mendeteksi adanya rangsangan, kedua searching yaitu mencari umpan, yang ketiga finding yaitu menemukan umpan dan yang ke empat adalah memakan umpan.</div><div><br /></div><div><div><b><i><span style="font-size: x-small;">Sumber : Laporan Praktikum Tingkah Laku Ikan. Universitas Brawijaa. 2015</span></i></b></div><div><b><i><br /></i></b></div><div><b><i>Semoga Bermanfaat...</i></b></div></div></div></div>aan supriatnahttp://www.blogger.com/profile/03660478887251586772noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-3841450010311841822.post-12740420834598637132022-02-14T21:31:00.001+07:002022-03-16T21:35:17.081+07:00Umpan Cumi - Cumi<div style="height: 0px; text-align: left;"><div style="text-align: justify;">Menurut Adityarini et.al., (2013), pada penangkapan ikan dengan alat tangkap yang menggunakan umpan alami yang sering digunakan adalah umpan dari potongan daging cumi-cumi (Loligo sp.). Karena umpan alami selain udang juga biasa menggunakan cumi-cumi. Dan umpan buatan yang digunakan terbuat dari rafia berwarna dan benang perak. Namun hingga sekarang belum ada penelitian mengenai keefektifan kedua jenis umpan tersebut, yang nantinya dapat dimanfaatkan nelayan sebagai informasi baru.</div><table align="center" cellpadding="0" cellspacing="0" class="tr-caption-container" style="margin-left: auto; margin-right: auto;"><tbody><tr><td style="text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/a/AVvXsEjB0e7L9H3_FrYx4wQ60fabtmNdMUeQl1220BQsmGm0dOPXMJSNcgz8BHrzCRMm_Y8iHv2K2q3jQgc3zAV_TIqce7K11vea6DODCU2NkPpVj_fxGIUo-Bf4gRPfws1ATULZZvrFr7LQVyiMpThwDIcEUv1PqGZaXEOWhvBC9jc2KPRJyYzkKZyQfLAJ=s1280" imageanchor="1" style="margin-left: auto; margin-right: auto;"><img border="0" data-original-height="720" data-original-width="1280" height="180" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/a/AVvXsEjB0e7L9H3_FrYx4wQ60fabtmNdMUeQl1220BQsmGm0dOPXMJSNcgz8BHrzCRMm_Y8iHv2K2q3jQgc3zAV_TIqce7K11vea6DODCU2NkPpVj_fxGIUo-Bf4gRPfws1ATULZZvrFr7LQVyiMpThwDIcEUv1PqGZaXEOWhvBC9jc2KPRJyYzkKZyQfLAJ=s320" width="320" /></a></td></tr><tr><td class="tr-caption" style="text-align: center;"><b><span style="font-size: x-small;">Umpan cumi - cumi</span></b></td></tr></tbody></table><div style="text-align: justify;">Menurut Reppie (2010), pada umpan buatan telah dilakukan percobaan dengan mencelupkan nilon ke dalam minyak cumi-cumi dan diperlakukan pada alat tangkap perikanan long line. Namun hasilnya masih belum memuaskan sehingga belum dapat diterapkan pada perikanan komersial. Teknik pemberian minyak cumi pada umpan untuk bubu ternyata memberikan hasil yang lebih baik daripada umpan yang sama tanpa ekstrak cumi. Sehingga layak diterapkan pada masyarakat nelayan bubu yang bisanya menutup alat tangkap dengan karang hidup.</div><div style="text-align: justify;"><br /></div><div style="text-align: justify;">Umpan cumi-cumi adalah umpan yang banyak disukai oleh ikan-ikan setelah umpan udang. Hal ini bisa disebabkan karena bau khas yag dimiliki oleh cumi-cumi. Selain ikan cumi-cumi mempunyai aroma yang khas yang dapat menarik atau disukai oleh ikan. Ikan cumi-cumi mempunyai kandungan lemak yang cukup banyak. Kandungan lemak yang dipunyai ikan cumi-cumi lebih banyka daripada kandungan lemak yang dimiliki oleh udang ( Oktaviani, et.al., 2013)</div><div style="text-align: justify;"><br /></div><div style="text-align: justify;">Umpan merupakan salah satu faktor penting dalam keberhasilan suatu operasi penangkapan, khususnya pada alat tangkap pasif seperti bubu dan pancing. Pada alat tangkap pole and line digunakan umpan buatan dana alami. Umpan buatan yang sering digunakan salah satunya adalah umpan cumi – cumi. Diyakini bahwa umpan cumi – cumi akan efektif dibandingkan malam hari disaat tidak ada sinar matahari. Terkait dengan hasil tangkapan, penggunaan umpan cumi – cumi masih belum diketahui keefisiennya.</div><div style="text-align: justify;"><br /></div><div style="text-align: justify;"><div><b><span style="font-size: x-small;"><i>Sumber : Laporan Praktikum Tingkah Laku Ikan. Universitas Brawijaa. 2015</i></span></b></div><div><b><br /></b></div><div><b><i>Semoga Bermanfaat...</i></b></div></div></div>aan supriatnahttp://www.blogger.com/profile/03660478887251586772noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-3841450010311841822.post-3707750346573554082022-02-11T21:21:00.000+07:002022-03-16T21:31:30.522+07:00Umpan Udang<div style="text-align: justify;">Menurut Rizka et.al., (2013), Umpan udang digunakan oleh nelayan cangkol berupa umpan yang asli yakni udang . umpan dibeli dari nelayan muara yang menangkap udang namun ketersediaan udang tidak selalu dapat terpenuhi, karena udang yang tersedia tidak selalu di dapatkan oleh nelayan yang menjual umpan udang tersebut.</div><table align="center" cellpadding="0" cellspacing="0" class="tr-caption-container" style="margin-left: auto; margin-right: auto;"><tbody><tr><td style="text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/a/AVvXsEj6FSfWBlXEVN7PTP5c_BT2youMvOMTBkbb2idoBn9DNxcP0TZpduBIV5EKNA5sICJP4NkfZpwuxoiCXlWXO_PSf-T09BsAqhqu0XegndooOF0z79YDEfmX3_B_tosPH-a1yB7qWFw3Yh8I7rh9yZip1eBms7q_HLIi8IOJ9_mUkMSeNndMMmxOGOpK=s275" imageanchor="1" style="margin-left: auto; margin-right: auto;"><img border="0" data-original-height="183" data-original-width="275" height="183" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/a/AVvXsEj6FSfWBlXEVN7PTP5c_BT2youMvOMTBkbb2idoBn9DNxcP0TZpduBIV5EKNA5sICJP4NkfZpwuxoiCXlWXO_PSf-T09BsAqhqu0XegndooOF0z79YDEfmX3_B_tosPH-a1yB7qWFw3Yh8I7rh9yZip1eBms7q_HLIi8IOJ9_mUkMSeNndMMmxOGOpK" width="275" /></a></td></tr><tr><td class="tr-caption" style="text-align: center;"><b><span style="font-size: x-small;">Umpan udang</span></b></td></tr></tbody></table><div style="text-align: justify;">Menurut Cair dan Derby (1986) dalam Fitri (2011), kandungan lemak dan protein pada pengujian proksimat untuk umpan ikan rucah lebih tinggi dibandingkan dengan udang. Kandungan asam amino pada umpan ikan rucah juga lebih tinggi dari pada udang. Hal tersebut mengindikasikan bahwa ikan rucah sebagai attractor kimia yang dapat merangsang ikan dengan organ penciumannya (<i>olfactory</i>).</div><div style="text-align: justify;"><br /></div><div style="text-align: justify;"><div><b><i><span style="font-size: x-small;">Sumber : Laporan Praktikum Tingkah Laku Ikan. Universitas Brawijaa. 2015</span></i></b></div><div><b><i><br /></i></b></div><div><b><i>Semoga Bermanfaat...</i></b></div></div>aan supriatnahttp://www.blogger.com/profile/03660478887251586772noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-3841450010311841822.post-83503753018974237752022-02-07T21:18:00.001+07:002022-03-16T21:21:53.070+07:00Umpan Ikan Rucah<div style="text-align: justify;">Menurut Ramdani (2007) dalam Septiyaningsih et. al., (2013), umpan merupakan salah satu penunjang keberhasilan suatu operasi penangkapan. Misalnya pada alat tangkap bubu. Bubu biasanya menggunakan umpan alami berupa ikan rucah karna harganya murah dan mudah diperoleh.Ikan rucah juga memiliki kesegaran yang baik untuk dijadikan umpan.</div><table align="center" cellpadding="0" cellspacing="0" class="tr-caption-container" style="margin-left: auto; margin-right: auto;"><tbody><tr><td style="text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/a/AVvXsEgQRrtQAT3ApF5Ds05z9FNZd_RgEWSaBcPiA1f0DxUIyufezP6vMrIBLangb0okPCjbjOKIZ0YQUdBiALA9aTP_R3xMcy40aaDpib-EDkveVEG6cw9HzXG5VnHGYa3nZbevCJXcduuV1gaLz9y8fgJexqGwDt5kPP__xpsC3dRTgl2VsdYM4NZ721NT=s717" imageanchor="1" style="margin-left: auto; margin-right: auto;"><img border="0" data-original-height="498" data-original-width="717" height="222" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/a/AVvXsEgQRrtQAT3ApF5Ds05z9FNZd_RgEWSaBcPiA1f0DxUIyufezP6vMrIBLangb0okPCjbjOKIZ0YQUdBiALA9aTP_R3xMcy40aaDpib-EDkveVEG6cw9HzXG5VnHGYa3nZbevCJXcduuV1gaLz9y8fgJexqGwDt5kPP__xpsC3dRTgl2VsdYM4NZ721NT=s320" width="320" /></a></td></tr><tr><td class="tr-caption" style="text-align: center;"><b><span style="font-size: x-small;">Ikan rucah</span></b></td></tr></tbody></table><div style="text-align: justify;">Kandungan lemak dan protein pada pengujian proksimat untuk umpan ikan rucah lebih tinggi dibandingkan udang, demikian pula pada pada rata- rata kandungan asam aminonya. Hal tersebut mengindikasikan bahwa ikan rucah sebagai attractor kimia yang dapat merangsang ikan dengan organ penciumannya (olfactory). Komponen kimia dalam umpan yang telah diidentifikasi sebagai perangsang nafsu makan (olfaction dan gustation) adalah asam amino bebas dan nukleotida. Asam amino yang dapat merangsang penciuman ikan adalah alanina, arginina, prolina, glutamat, sisteina, dan metionina (Rolen et. al., 2003).</div><div style="text-align: justify;"><br /></div><div style="text-align: justify;"><div>Menurut Koesoemawarda et.al., (2009) dalam Koesoemawardani et. al., (2011), Dalam penggunaan umpan ini berhasil membuat hidrolisat protein ikan rucah menggunakan enzim endogenous ikan pada pH 3-4 dan mengaplikasikannya ke biskuit. Hidrolisat protein ikan rucah yang dibuat masih mempunyai kelemahan yaitu berasa sangat asam dan mempunyai nilai protein terlarut yang rendah. Namun dalam penggunaan enzim papain komersial menghasilkan nilai protein terlarut yang paling besar. </div><div><br /></div><div>Selain umpan cumi – cumi dan udang, nelayan dalam operasi penangkapan juga menggunakan umpan ikan rucah. Ketertarikan ikan pada umpan ikan rucah tergantung jenis spesies ikannya. Pada ikan kerapu macan, jenis umpan ikan rucah memberikan respon makan yang paling cepat dibandingkan dengan umpan lainnya. Ikan rucah mengandung zat kimia yang dapat menarik perhatian ikan. Dengan kandungan zat kimia tersebut, ikan akan menerima respons kimia dengan indera penciumannya.</div><div><br /></div><div><div><b><i><span style="font-size: x-small;">Sumber : Laporan Praktikum Tingkah Laku Ikan. Universitas Brawijaa. 2015</span></i></b></div><div><b><i><br /></i></b></div><div><b><i>Semoga Bermanfaat...</i></b></div></div></div>aan supriatnahttp://www.blogger.com/profile/03660478887251586772noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-3841450010311841822.post-45976695289664118782022-02-01T21:09:00.001+07:002022-03-16T21:17:15.597+07:00Feromon dan Alomon<div style="height: 0px; text-align: left;"><div style="text-align: justify;"><i><b>Feromon</b></i> merupakan info kimia yang berperan dalam interaksi antaraorganisme dalam spesiesyang sama. Isyarat kimia dari herbivora patut pula dijadikan acuan oleh musuh alami melalui feromon, suatu bentuk komunikasi intraspesifik pada herbivora. Isyarat ini seringkali lebih banyak menarik musuh alami yang men geksploitasi feromon sebagai kairomon (Puspitarini, 2001 ).</div><div style="text-align: justify;"><br /></div><div style="text-align: justify;"><i><b>Alomon </b></i> adalah zat yang digunakan untuk komunikasi antar genus. Namun, seperti yang dijelaskan sebelumnya, feromon adalah isyarat kimiawi yang terutama digunakan dalam genus yang sama dan saat disekresikan oleh seekor semut dapat dicium oleh yang lain. Zat kimia ini diduga diproduksi dalam kelenjar endokrin. Saat semut menyekresi cairan ini sebagai isyarat, yang lain menangkap pesan lewat bau atau rasa dan menanggapinya. Penelitian mengenai feromon semut telah menyingkapkan bahwa semua isyarat disekresikan menurut kebutuhan koloni. Konsentrasi feromon yang disekresikan semut bervariasi menurut kedaruratan situasi (Yahya, 2008).</div><table align="center" cellpadding="0" cellspacing="0" class="tr-caption-container" style="margin-left: auto; margin-right: auto;"><tbody><tr><td style="text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/a/AVvXsEgUTZd3kuCuB74kDfCCab2MoWcuP-fKzCHoShEPux7CYo_7NQCrPSV3DIb_wS-EEHyyFMCAVSXIjz-v51Ca9Q388L-qphNr3dmPwNTOP--Cyo5oFRHs_XJw07GMPN1R0p_a7-nujI5b67OfLs87uoMgLRXdYOza06oGAsIOsXMUH0hPI4JJNqSVxb3B=s236" imageanchor="1" style="margin-left: auto; margin-right: auto;"><img border="0" data-original-height="236" data-original-width="214" height="236" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/a/AVvXsEgUTZd3kuCuB74kDfCCab2MoWcuP-fKzCHoShEPux7CYo_7NQCrPSV3DIb_wS-EEHyyFMCAVSXIjz-v51Ca9Q388L-qphNr3dmPwNTOP--Cyo5oFRHs_XJw07GMPN1R0p_a7-nujI5b67OfLs87uoMgLRXdYOza06oGAsIOsXMUH0hPI4JJNqSVxb3B" width="214" /></a></td></tr><tr><td class="tr-caption" style="text-align: center;"><b><span style="font-size: x-small;">Hormon feromon pada ikan</span></b></td></tr></tbody></table><div style="text-align: justify;">Zat yang di hasilkan atau di dapatkan oleh suatu organisme yang menimbulkan tanggapan fisiologis atau perilaku pada organisme penerimanya dan tanggapan itu menguntungkan organisme yang memproduksi zat tersebut. Zat ini digunakan untuk membedakan spesies yang berbeda antar organisme. Digunakan pula oleh organisme sebagai bentuk pertahanan diri. Dalam dunia ilmu perikanan zat tersebut disebut dengan allomon (Munadi, 2006).</div><div style="text-align: justify;"><br /></div><div style="text-align: justify;">Menurut Purbayanto (2010) Aldita et.al., (2014), Sinyal kimia membawa informasi dari satu hewan ke hewan yang lain. Ikan juga memiliki sinyal kimia yang dinamakan allomon dan feromon. Allomon adalah perantara kimia dengan adaotasi pada anggota spesies yang tidak sama. Allomon ini berfungsi untuk menyerang atau untuk pertahanan.</div><div style="text-align: justify;"><br /></div><div style="text-align: justify;">Allomon merupakan perantara kimia dengan adaptasi terhadap spesies yang berbeda. Allomon ini akan menguntungkan bagi yang mengeluarkan dan berdampak negatif bagi yang menerima. Contohnya adalah pada saat ikan melakukan penyerangan atau pertahanan, bisa pula pada saat shoaling. Sedangkan feromon adalah perantara kimia dengan adaptasi pada anggota yang sama jenis.</div><div style="text-align: justify;"><br /></div><div style="text-align: justify;"><div><b><i><span style="font-size: x-small;">Sumber : Laporan Praktikum Tingkah Laku Ikan. Universitas Brawijaa. 2015</span></i></b></div><div><b><i><br /></i></b></div><div><b><i>Semoga Bermanfaat...</i></b></div></div></div>aan supriatnahttp://www.blogger.com/profile/03660478887251586772noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-3841450010311841822.post-59704065744187737392022-01-24T21:03:00.001+07:002022-03-16T21:09:20.530+07:00Organ Penciuman Ikan<div style="height: 0px; text-align: left;"><div style="text-align: justify;">Menurut Evans (1940) dalam Rachman (2008), mengemukakan bahwa <i>cyclostome</i> pada ikan merupakan monorhinal dimana ikan tersebut mempunyai satu organ penciuman pada satu lubang hidung. Organ penciuman ikan sangat berbeda dengan hewan lain karena organ ini menggambarkan habitat perkembangan dan ekologi. Pada ikan teleostei, organ penciuman dengan organ pernapasan tidak berhubungan langsung.</div><table align="center" cellpadding="0" cellspacing="0" class="tr-caption-container" style="margin-left: auto; margin-right: auto;"><tbody><tr><td style="text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/a/AVvXsEgbZg4AD6EiRrL-idi9BwESixcmjNz-tdWGnxKSX76aTCpEMSWdEiiqcJ29rvSdS1C7VJuT7bOSFZ_RO5jm1g16S6dWrqS2ja5p5rcQ-qc6VunP6G5n4z5GBzhdxZYp0xZqoNJT_K9DlNt04W3sgkewRCOv8bQwzAsR8bL9dyHWgGNdanYnurfq8283=s388" imageanchor="1" style="margin-left: auto; margin-right: auto;"><img border="0" data-original-height="130" data-original-width="388" height="134" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/a/AVvXsEgbZg4AD6EiRrL-idi9BwESixcmjNz-tdWGnxKSX76aTCpEMSWdEiiqcJ29rvSdS1C7VJuT7bOSFZ_RO5jm1g16S6dWrqS2ja5p5rcQ-qc6VunP6G5n4z5GBzhdxZYp0xZqoNJT_K9DlNt04W3sgkewRCOv8bQwzAsR8bL9dyHWgGNdanYnurfq8283=w400-h134" width="400" /></a></td></tr><tr><td class="tr-caption" style="text-align: center;"><b><span style="font-size: x-small;">Organ penciuman pada ikan</span></b></td></tr></tbody></table><br /><div style="text-align: justify;">Menurut Pitcher (1993) Fitri (2008), Secara umum organ <i>olfactory</i> ikan serupa dengan organ nasal untuk penciuman manusia, akan tetapi dari struktur bentuk dan sistematika fungsinya ada perbedaan antara manusia dan ikan. Lubang atau cuping hidung pada ikan jarang terbuka kedalam rongga mulut. Dasar dari lubang hidung di bentuk oleh epitelium penciuman atau mukosa berupa lipatan atau lamella berbentuk rosette.</div><div style="text-align: justify;"><br /></div><div style="text-align: justify;">Menurut Stower dan Logan (2010), penerimaan rangsangan penciuman pada ikan seperti hewan lainnya yang berperan adalah <i>olfactory bulb</i>. Secara umum olfaktori yang terdapat pada ikan serupa dengan organ nasal atau penciuman yang terdapat pada manusia, namun lubang/cuping hidung pada ikan jarang terbuka. Dasar bentuk hidung dibentuk oleh epithelium penciuman atau mukosa berupa lipatan/lamella berbentuk bunga ros.</div><div style="text-align: justify;"><br /></div><div style="text-align: justify;">Menurut Hoar dan Randall (1970) dalam Stacey et. al.,(2010), Secara umum olfactory serupa dengan organ nasal untuk penciuman manusia. Akan tetapi struktur bentuk dan sistematika fungsinya terdapat perbedaan. Pada sebagian besar hewan bertulang belakang, letak olfactory bulb berdekatan dengan dinding rongga hidung dan bidang olfaktorinya pendek. Pada jenis ikan yang bertulang keras, letak olfactory bulb dipisahkan dari telencephalon oleh bidango olfactory yang panjang. Jadi, sistem penciuman ikan berisi tiga komponen neuroanatomikal yaitu epithelium penciuman, olfactory bulb, dan bidang terminal dalam otak (saraf pusat).</div><div style="text-align: justify;"><br /></div><div style="text-align: justify;">Ikan piranha adalah ikan ganas yang agresif dan tergolong ke dalam ikan karnivora. Ikan ini memiliki indera penciuman yang tajam. Ikan ini bisa dikatakan sangat sensitif dengan bau darah. Karena jika ikan ini mencium darah maka sifat keagresifannya akan semakin tampak. Ikan ini juga tergolong ikan kanibal.</div><div style="text-align: justify;"><br /></div><div style="text-align: justify;"><div><b><i><span style="font-size: x-small;">Sumber : Laporan Praktikum Tingkah Laku Ikan. Universitas Brawijaa. 2015</span></i></b></div><div><b><i><br /></i></b></div><div><b><i>Semoga Bermanfaat...</i></b></div></div></div>aan supriatnahttp://www.blogger.com/profile/03660478887251586772noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-3841450010311841822.post-62848522661176245382022-01-21T20:48:00.001+07:002022-03-16T21:02:54.530+07:00Tingkah Laku Ikan dan Umpan<div style="text-align: left;"><div style="text-align: justify;">Menurut Gunarso (1985) dalam Fitri (2011), Tingkah laku ikan diartikan sebagai perubahan-perubahan ikan dalam kedudukan, tempat, arah, maupun sifat lahiriah makhluk hidup yang mengakibatkan suatu perubahan antara makhluk hidup dan lingkungannya. Prinsip tingkah laku ikan harus didukung oleh pemahaman terhadap indera utama dari ikan (organ fisiologi) khususnya indera penglihatan, pendengaran, penciuman, peraba, dan linea literalis atau gurat sisi.</div><table align="center" cellpadding="0" cellspacing="0" class="tr-caption-container" style="margin-left: auto; margin-right: auto;"><tbody><tr><td style="text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/a/AVvXsEgaIM9RQiHfstrAWtx7-DS8YYpb0bkRy6gYbrqrJj1DsgLTH8eDO5uJ0FrdhxaRWtoBof4AMWw9QYy00-3dj8k6lky6c-G-nZ_BD5BYZMqoj_mqD4Ycvg7dduKIClLFoMAwD6NdpFsLxwou7ctAITShNrS5scORNv-X7CKfhx7xe06K5oLnV-FBBEuq=s1024" imageanchor="1" style="margin-left: auto; margin-right: auto;"><img border="0" data-original-height="681" data-original-width="1024" height="213" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/a/AVvXsEgaIM9RQiHfstrAWtx7-DS8YYpb0bkRy6gYbrqrJj1DsgLTH8eDO5uJ0FrdhxaRWtoBof4AMWw9QYy00-3dj8k6lky6c-G-nZ_BD5BYZMqoj_mqD4Ycvg7dduKIClLFoMAwD6NdpFsLxwou7ctAITShNrS5scORNv-X7CKfhx7xe06K5oLnV-FBBEuq=s320" width="320" /></a></td></tr><tr><td class="tr-caption" style="text-align: center;"><b><span style="font-size: x-small;">Ilustrasi memancing ikan</span></b></td></tr></tbody></table><br /><div style="text-align: justify;">Umpan merupakan salah satu alat bantu yang berpengaruh pada daya tarik dua rangsangan ikan. Menurut Fitri (2010), tingkah laku ikan dapat dikelompokkan menjadi tiga tipe: </div><div style="text-align: justify;"><ol><li>Ketika umpan dilempar, ikan akan langsung memakan umpan tanpa mengidentifikasinya terlebih dahulu.</li><li>Ikan yang terlebih dahulu mengidentifikasi umpan, segera mendekati umpan untuk dimakan atau tidak. </li><li>Ikan yang membiarkan umpan jatuh sampai ke dasar bak kemudian mengidentifikasi umpan tersebut untuk memakan atau tidak memakan umpan tersebut.</li></ol></div><div style="text-align: justify;">Menurut Purnomo et. al., (2014), Ikan yang tertangkap pada pancing ulur yang di pasang umpan dalam penelitian ini didominasi oleh ikan-ikan pelagik. Ikan-ikan pelagik melakukan migrasi harian baik secara horizontal maupun vertikal. Ikan melakukan migrasi karena adanya dorongan faktor internal maupun eksternal. Internal salah satu contohnya adalah untuk makan.</div><div style="text-align: justify;"><br /></div><div style="text-align: justify;">Menurut Reppie (2010), Tingkah laku ikan terhadap alat tangkap berumpan seperti bubu dasar yang digunakan dalam penelitian ini, sangat dipengaruhi oleh umpan itu sendiri selama proses tertangkapnya ikan. Ketika ikan menyadari atau terangsang dengan kehadiran umpan, maka ikan akan berupaya mencari posisi sumber rangsangan, dan ketika menemukan sumber rangsangan, ikan akan menyerang umpan, kemudian respon diakhiri dengan masuk ke bubu untuk menelan umpan dan ikan tertangkap; atau menolak masuk ke bubu sehingga ikan tidak tertangkap. Teknik pemberian minyak cumi pada umpan untuk bubu ternyata memberikan hasil yang lebih baik daripada umpan yang sama tanpa ekstrak cumi.</div><div style="text-align: justify;"><br /></div><div style="text-align: justify;">Menurut Susanto et.al., (2014), banyak kandungan air dalam umpan maka akan mempercepat proses dispersi dan distribusi bau dalam air, sehingga ikan dapat cepat merespon bau yang ditimbulkan. Kandungan air yang cukup tinggi akan membantu dalam proses dispersi zat kimia, sehingga ikan akan dapat dengan cepat memberi respon terhadap bau umpan. Jumlah hasil tangkapan bubu sangat dipengaruhi oleh bau umpan, tekstur, ketahanan serta kecepatan dispersi bau umpan di perairan. Faktor-faktor tersebut akan memiliki hubungan erat dengan aspek tingkah laku makan target tangkapan .</div><div style="text-align: justify;"><br /></div><div style="text-align: justify;">Tingkah laku ikan saat fase mendekati umpan ada 4, yaitu :</div><div style="text-align: justify;"><ol><li><i>Arousal</i>, Fase dimana ikan sudah mulai bergerak/mencari-cari tempat dimana umpan berada.</li><li><i>Searching</i>, Fase dimana ikan sudah menemukan posisi umpan namun masih mengelilingi daerah sekitar umpan untuk memastikan tidak ada ancaman.</li><li><i>Finding</i>, Fase dimana ikan sudah mulai mendekati umpan.</li><li><i>Uptake</i> , Fase dimana ikan mulai memakan umpan.</li></ol></div><div style="text-align: justify;"><b><i><span style="font-size: x-small;">Sumber : Laporan Praktikum Tingkah Laku Ikan. Universitas Brawijaa. 2015</span></i></b></div><div style="text-align: justify;"><b><i><br /></i></b></div><div style="text-align: justify;"><b><i>Semoga Bermanfaat...</i></b></div></div>aan supriatnahttp://www.blogger.com/profile/03660478887251586772noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-3841450010311841822.post-65993571186701526552022-01-17T21:00:00.000+07:002022-02-25T21:07:49.929+07:00Penanaman dan Monitoring Transplantasi Karang<div style="text-align: left;"><div style="text-align: justify;">Pemilihan Lokasi Penanaman</div><div style="text-align: justify;">Pada tipe lokasi yang cukup datar ini, sebaiknya rak penanaman ditempatkan di bagian belakang reef rampart (gudus). Untuk mendapatkan sirkulasi nutrien dan mengurangi endapan, rak dapat ditempatkan di daerah yang cukup berarus. Untuk menghindari exposure saat surut, agar diperkirakan bahwa rak masih terendam sekitar 1 m saat surut terendah.</div><table align="center" cellpadding="0" cellspacing="0" class="tr-caption-container" style="margin-left: auto; margin-right: auto;"><tbody><tr><td style="text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/a/AVvXsEh9Hcb6W3vaVwUKtRW_P59JQCrJ5i7VoMcLbwjMo0E41bu_IcRY4gFoHMSgj4PJoUgF2G4i3Th9tprVfZ1z5Iy6up9gsSdZG9DFyNDZ611ODPlXN90a4ECl1T7C4j0lERjwGAQY4qfkst0Gi5F-88NCOfQ5Pf5SD5LmvdKXrQoZhtDlBi9mkEFXkRtN=s379" imageanchor="1" style="margin-left: auto; margin-right: auto;"><img border="0" data-original-height="379" data-original-width="322" height="320" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/a/AVvXsEh9Hcb6W3vaVwUKtRW_P59JQCrJ5i7VoMcLbwjMo0E41bu_IcRY4gFoHMSgj4PJoUgF2G4i3Th9tprVfZ1z5Iy6up9gsSdZG9DFyNDZ611ODPlXN90a4ECl1T7C4j0lERjwGAQY4qfkst0Gi5F-88NCOfQ5Pf5SD5LmvdKXrQoZhtDlBi9mkEFXkRtN=s320" width="272" /></a></td></tr><tr><td class="tr-caption" style="text-align: center;"><b><span style="font-size: x-small;">Lokasi penempatan terumbu karang</span></b></td></tr></tbody></table><div style="text-align: justify;"><b>Lokasi Lereng Terumbu,</b></div><div style="text-align: justify;">Sebaiknya memilih lereng yang cukup landai (30-40°) dimana terdapat pecahan karang atau bercampur pasir. Selain itu, penting diperhatikan bahwa lokasi sebaiknya semi terlindung dari hempasan ombak.</div><div style="text-align: justify;"><br /></div><div style="text-align: justify;"><div><b>Penempatan Rak Fragmen</b></div><div><ol><li>Penempatan rak sebaiknya di atas karang mati atau pecahan karang mati (rubble) agar mengurangi dampak sedimentasi pada karang transplant.</li><li>Penempatan rak pada sedimen berpasir, memerlukan kaki-kaki rak yang lebih tinggi untuk memperkokoh posisi rak saat penancapan rak.</li><li>Posisi rak harus berada pada lokasi dengan aliran arus yang cukup baik, agar fragmen karang terhindar dari sedimentasi dan sirkulasi kotoran.</li><li>Penempatan rak disesuaikan dengan jenis karang yang akan ditransplantasikan.</li></ol></div><div><table align="center" cellpadding="0" cellspacing="0" class="tr-caption-container" style="margin-left: auto; margin-right: auto;"><tbody><tr><td style="text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/a/AVvXsEgCJMXxEsZGfenvHgouIRTQAIKqSVoQvqZcm8I8JWfk0aJDvN-JJgjUJVrKZ2wNJZBGN_rmPkNgYRwQbdwpctKX3F-l7A1KVv-IWDfoNl99NgmQw4TLPeNfmhPpks0pWSqQC05heOx_byzqE0-NYk4eNYOjKrEv3W7EfStPSnfyOh-IqiHH0-adoX27=s331" imageanchor="1" style="margin-left: auto; margin-right: auto;"><img border="0" data-original-height="249" data-original-width="331" height="241" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/a/AVvXsEgCJMXxEsZGfenvHgouIRTQAIKqSVoQvqZcm8I8JWfk0aJDvN-JJgjUJVrKZ2wNJZBGN_rmPkNgYRwQbdwpctKX3F-l7A1KVv-IWDfoNl99NgmQw4TLPeNfmhPpks0pWSqQC05heOx_byzqE0-NYk4eNYOjKrEv3W7EfStPSnfyOh-IqiHH0-adoX27=s320" width="320" /></a></td></tr><tr><td class="tr-caption" style="text-align: center;"><b><span style="font-size: x-small;">Penempatan rak fragmen</span></b></td></tr></tbody></table><b>Pengikatan Bibit</b></div><div><ol><li>Sebaiknya dilakukan pada pagi atau sore hari untuk menghindari intensitas cahaya matahari yang tinggi;</li><li>Pastikan bahwa substrat anakan karang terikat dengan baik dan stabil;</li><li>Pada rak yang sama sebaiknya ditempatkan jenis karang yang sama untuk memudahkan pemeliharaan dan pemantauan.</li></ol></div></div><div style="text-align: justify;"><div><b>Monitoring Pertumbuhan Pasca Penanaman Fragmen Karang</b></div><div><b>Pembersihan</b></div><div>Pada lokasi tertentu, alga mulai menempel pada fragment dan substrak dalam waktu 2-3 hari, sehingga fragmen kelihatan kotor. Sedangkan pada daerah yang mempunyai tingkat sedimentasi rendah dan pola</div><div>arus yang baik maka pembersihan hanya dibutuhkan seminggu sekali. Selain itu, monitoring/pemeliharaan juga harus membuang biota pengganggu lainnya di sekitar lokasi. Waktu membersihkan sebaiknya pada saat ada arus sehingga hasilnya dapat berjalan maksimal.</div><table align="center" cellpadding="0" cellspacing="0" class="tr-caption-container" style="margin-left: auto; margin-right: auto;"><tbody><tr><td style="text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/a/AVvXsEjRP2TqsoEsB60cy5x7ukgBO2fBKgk92N4ostxx3rn9_AcJUZDe2ik6L3JcrJCQ8rqkpSuBk50FVNbd43TXqaXebsjAw1SlrAL-b-8fM9YIGPyW3vMBmgkqveuAfabjR8KQWzJ3URa9DkwNqm0GHmzhPR0BYPYzEwmtoK9RjKsP87eWNfclcqC1mEw0=s342" imageanchor="1" style="margin-left: auto; margin-right: auto;"><img border="0" data-original-height="318" data-original-width="342" height="298" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/a/AVvXsEjRP2TqsoEsB60cy5x7ukgBO2fBKgk92N4ostxx3rn9_AcJUZDe2ik6L3JcrJCQ8rqkpSuBk50FVNbd43TXqaXebsjAw1SlrAL-b-8fM9YIGPyW3vMBmgkqveuAfabjR8KQWzJ3URa9DkwNqm0GHmzhPR0BYPYzEwmtoK9RjKsP87eWNfclcqC1mEw0=s320" width="320" /></a></td></tr><tr><td class="tr-caption" style="text-align: center;"><b><span style="font-size: x-small;">Perawatan terumbu karang</span></b></td></tr></tbody></table><div><b>Pengukuran Pertumbuhan</b></div><div>Pengukuran pertumbuhan dapat dipakai sebagai alat monitoring kondisi lingkungan setempat. Jika terjadi ketidak normalan pertumbuhan maka lokasi penempatan rak sebaiknya dipindahkan. Hal yang perlu diukur atau diamati antara lain tingkat pelekatan koloni karang, pertambahan panjang koloni, jumlah tunas dan percabangan. Untuk karang dengan pertumbuhan merayap atau massive yang diukur adalah pertambahan diameter koloni. Pengukuran pertumbuhan dapat menggunakan jangka sorong atau caliper.</div></div><div style="text-align: justify;"><span style="font-size: x-small;"><br /></span></div><div style="text-align: justify;"><div><b><i><span style="font-size: x-small;">Sumber : Laporan Pelatihan Transplantasi Karang. Politeknik Kelautan dan Perikanan Sorong</span></i></b></div><div><b><i><br /></i></b></div><div><b><i>Semoga Bermanfaat...</i></b></div></div></div>aan supriatnahttp://www.blogger.com/profile/03660478887251586772noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-3841450010311841822.post-12703465152845222232022-01-14T20:48:00.001+07:002022-02-25T20:58:29.870+07:00Transplantasi Terumbu Karang<div style="text-align: left;"><div style="text-align: justify;">Transplantasi Terumbu Karang merupakan salah satu upaya rehabilitasi terumbu karang yang semakin terdegradasi melalui pencangkokan atau pemotongan karang hidup yang selanjutnya ditanam di tempat lain yang mengalami kerusakan atau menciptakan habitat baru.</div><table align="center" cellpadding="0" cellspacing="0" class="tr-caption-container" style="margin-left: auto; margin-right: auto;"><tbody><tr><td style="text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/a/AVvXsEgnOzj5G-xrx_-Q6wSg7hZxhAuNPCQOnG6oZZbbOciYcqNZJhcAp-cBXY3_gm7lZ2Tttus7lmhwaNGX6-X4ZRcuLXGLK3YyPuRPJQh0W8z2SDifk9gDgA6d-4USlK0UbqBD_-CetMg5lyqPsEgpx8eMPb85wUF2L1w5-VRhNSisJjlzveKjc9jNvBb7=s1024" imageanchor="1" style="margin-left: auto; margin-right: auto;"><img border="0" data-original-height="768" data-original-width="1024" height="240" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/a/AVvXsEgnOzj5G-xrx_-Q6wSg7hZxhAuNPCQOnG6oZZbbOciYcqNZJhcAp-cBXY3_gm7lZ2Tttus7lmhwaNGX6-X4ZRcuLXGLK3YyPuRPJQh0W8z2SDifk9gDgA6d-4USlK0UbqBD_-CetMg5lyqPsEgpx8eMPb85wUF2L1w5-VRhNSisJjlzveKjc9jNvBb7=s320" width="320" /></a></td></tr><tr><td class="tr-caption" style="text-align: center;"><b><span style="font-size: x-small;">Kegiatan transplantasi karang</span></b></td></tr></tbody></table><div style="text-align: justify;"><b><i>Tujuan transplantasi </i></b>meliputi (a) Pemulihan kembali terumbu karang yang telah rusak (b) Pemanfaatan terumbu karang secara lestari (perdagangan karang hias) (c) Perluasan Terumbu Karang (d) Tujuan pariwisata (e) Meningkatkan kepedulian masyarakat akan status terumbu karang (f) Ekowisata dan konservasi perikanan (g) Terumbu karang buatan (h) Penelitian.</div><div style="text-align: justify;"><br /></div><div style="text-align: justify;"><div><b>Alat dan Bahan Persiapan Transplantasi</b></div><div><ol><li>Bak penampung, untuk aklimatisasi</li><li>Taransportasi darat dan laut</li><li>Jangka sorong/caliper</li><li>Termometer</li><li>Refraktometer</li><li>Gunting baja</li><li>Ember</li><li>Bola pelampung</li><li>Media subtract/semen</li><li>Sarung tangan</li><li>Tali pengikat/kabelties</li><li>Peralatan untuk pembersihan dan monitoring</li><li>Sikat</li><li>Alat tulis bawah air</li><li>Kamera bawa air</li><li>Peralatan Selam</li><li>Rak atau meja Transplantasi</li><li>Jaring</li></ol></div><div><div><b>Pengambilan Bibit Karang</b></div><div><ol><li>Survey lokasi pengambilan bibit, mengurus perizinan</li><li>Bibit diambil dari kawasan dengan kondisi yang similar dengan lokasi transplantasi (kedalaman, salinitas, subtract, sedimentasi dll)</li><li>Pilihlah bibit yang dalam kondisi sehat</li><li>Bibit bebas dari tempelan organisme lain</li><li>Patahan karang yang masih hidup sebaiknya digunakan untuk bibit</li><li>Apabila menggunakan koloni karang utuh, sebaiknya hanya menggunakan 10 % dari koloni tersebut</li><li>Untuk karang massive, ambillah fragmen karang dari bagian tepi</li><li>Pengambilan bibit sebaiknya dilakukan oleh tenaga terampil untuk mengurangi kerusakan karang.</li><li>Jenis karang yang direkomendasikan, berupa karang “bercabang”, pertumbuhan cepat namun rentan dengan pemutihan.</li><li>Karang bentuk lain (masif, submasif, lembaran) seperti, Poritidae dan Merulinidae cenderung tumbuh lebih lambat, namun tergolong Jenis yang tidak sensitif dan dapat bertahan dalam waktu lama.</li></ol></div></div><div><div><b>Tahapan Transplantasi</b></div><div><table align="center" cellpadding="0" cellspacing="0" class="tr-caption-container" style="margin-left: auto; margin-right: auto;"><tbody><tr><td style="text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/a/AVvXsEh7zBo3pSuH1H5xjZR8RJRVmhx4OPoHYwzE0py_Flk1rvhJhjJfxeIBrij14Vy2xreLQJfKLW7gJDuEbVIU3W_b84lGKotrq4We532BxSl3Sr25cmE-iiwJL83bVgx6aZrugaULRpjTmSjxOtfjrDOeSWgRi2yItaBoyqZ0Zx83Vkpc2yS8oPbdqkn4=s375" imageanchor="1" style="margin-left: auto; margin-right: auto;"><img border="0" data-original-height="282" data-original-width="375" height="241" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/a/AVvXsEh7zBo3pSuH1H5xjZR8RJRVmhx4OPoHYwzE0py_Flk1rvhJhjJfxeIBrij14Vy2xreLQJfKLW7gJDuEbVIU3W_b84lGKotrq4We532BxSl3Sr25cmE-iiwJL83bVgx6aZrugaULRpjTmSjxOtfjrDOeSWgRi2yItaBoyqZ0Zx83Vkpc2yS8oPbdqkn4=s320" width="320" /></a></td></tr><tr><td class="tr-caption" style="text-align: center;"><b><span style="font-size: x-small;">Tahapan transplantasi karang</span></b></td></tr></tbody></table></div><div><ol><li>Langkah pertama, mengidentifikasi indukan koloni besar dan dengan kondisi yang sehat.</li><li>Memotong fragmen karang dari indukan, dilakukan dengan cara pelan-pelan, untuk tujuan mengurasi stres.</li><li>Fragmen yang dipotong disusun secara beraturan dan tidak tumpang tindih di dalam basket untuk mengurangi patahan dan kondisi fisiologis karang</li><li>Pengukuran panjang fragmen dilakukan dengan menggunakan Caliper.</li><li>Tiap fragmen diberi label dengan kode spesifikasi tertentu</li><li>Penyiapan subtrak dilakukan di pinggir pantai yang dangkal untuk memudahkan proses pengikatan fragmen.</li><li>Fragmen diikat pada subtrak dengan menggunakan tali tis. Fragmen diikat dengan baik, agar tidak terlepas pada saat penurunan rak atau akibat arus bawah laut.</li><li>Translokasi rak fragmen dilakukan secara hati-hati menuju lokasi transplantasi karang.</li><li>Pengambilan foto bawah laut sebagai evidensi kondisi awal</li><li>Penentuan lokasi transplantasi dengan menggunakan GPS</li><li>Lokasi transplantasi diberikan pelampung tanda.</li></ol></div></div><div><div><b><i><span style="font-size: x-small;">Sumber : Laporan Pelatihan Transplantasi Karang. Politeknik Kelautan dan Perikanan Sorong</span></i></b></div><div><b><i><br /></i></b></div><div><b><i>Semoga Bermanfaat...</i></b></div></div></div></div>aan supriatnahttp://www.blogger.com/profile/03660478887251586772noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-3841450010311841822.post-91643968260725216372022-01-10T10:38:00.001+07:002022-02-25T20:47:58.332+07:00Ekobiologi Terumbu Karang<div style="text-align: left;"><div style="text-align: justify;">Karang ordo Scleractania dikenal sebagai karang penghasil terumbu (hermatypic corals). Jenis karang ini menghasilkan ekresi berupa kerangka karang dari kalsium karbonat. Karang hermatifik dapat membentuk</div><div style="text-align: justify;">bangunan karang karena dihuni oleh algae simbion bersel satu, dikenal luas sebagai Zooxanthella.</div><table align="center" cellpadding="0" cellspacing="0" class="tr-caption-container" style="margin-left: auto; margin-right: auto;"><tbody><tr><td style="text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/a/AVvXsEiqPvg6jxeFEEsOrulc-pOcDB3iFtYmI-i2mfIwNUPFKnkUAUjbBug1xU735DsW0rs3J497yy9qq5aAvO_0VDXY4XPfA8u_CRBL4CELJjpg9M7iah7v9JnyzO_KL9gsCJf9Fs_VPHfPGq_4u0FGB4tjSAAxKNQX4M877HNrYMoWekJXR1D9_45Qr20I=s602" imageanchor="1" style="margin-left: auto; margin-right: auto;"><img border="0" data-original-height="602" data-original-width="506" height="320" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/a/AVvXsEiqPvg6jxeFEEsOrulc-pOcDB3iFtYmI-i2mfIwNUPFKnkUAUjbBug1xU735DsW0rs3J497yy9qq5aAvO_0VDXY4XPfA8u_CRBL4CELJjpg9M7iah7v9JnyzO_KL9gsCJf9Fs_VPHfPGq_4u0FGB4tjSAAxKNQX4M877HNrYMoWekJXR1D9_45Qr20I=s320" width="269" /></a></td></tr><tr><td class="tr-caption" style="text-align: center;"><b><span style="font-size: x-small;">Terumbu karang</span></b></td></tr></tbody></table><div style="text-align: justify;">Berdasarkan kebutuhannya dengan sinar matahari, karang diklasifikasi menjadi dua bagian, yaitu karang hermatipik (hermatypic coral) adalah kelompok karang yang tumbu terbatas di daerah hangat dengan penyinaran yang cukup karena adanya simbion alga zooxanthellae).</div><div style="text-align: justify;"><br /></div><div style="text-align: justify;">Kelompok karang kedua adalah karang ahermatipik (ahermatypic coral) yang tidak membentuk terumbu karang. Karang ahermatipik hidup di tempat yang tinggi dan cepat membentuk deposit kapur dibanding karang ahermatipik. Karang ini tumbuh optimal hingga 25 m,dengan salinitas 34-36 permil dan suhu berkisar 25-30 derajat celcius, berkembang baik pada gelombang besar dan terhindar dari sedimentasi dan limpasan air tawar (Supriharyono, 2000); Suharsono, 2004).</div><div style="text-align: justify;"><br /></div><div style="text-align: justify;"><div><b>Anatomi Polip Karang, Struktur Bagian Dalam yang Sensitif</b></div><div>Polip karang merupakan hewan sederhana berbentuk tabung dengan bagian-bagian tubuh sebagai berikut (a) Mulut terletak di bagian atas, dikelilingi oleh tentakel yang berfungsi untuk menangkap mangsa dari perairan dan sebagai alat pertahanan diri (Suharsono 1996; Timotius 2003). (b) Tenggorokan pendek, rongga tubuh (coelenteron) merupakan saluran pencernaan. (c) Tubuh terdiri atas dua lapisan, ektoderm dan endoderm (gastrodermis), diantara keduanya dibatasi oleh lapisan mesoglea (Timotius, 2003). Lapisan ektoderm mengandung nematokist (nematocyst) dan sel mukus, sedangkan lapisan endodermisnya mengandung simbion zooxanthellae (Suharsono, 1996). (d) Sistem saraf, otot, dan reproduksi masih sederhana namun telah berkembang dan berfungsi dengan baik (Suharsono, 2004).</div></div><table align="center" cellpadding="0" cellspacing="0" class="tr-caption-container" style="margin-left: auto; margin-right: auto;"><tbody><tr><td style="text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/a/AVvXsEjn6RDTFuLfcVq_NsyOG3xeKFpnCnwpuY_ZcKEHQTufDSIlq53GjCmCR-84WFXg7MT98wNj58tnoHs-w1uUVXZWrghOHkqqQQAqTMEJP9uov4TSO092oxntFEjCer7coxEAnwMtksz5ZwaQh7j2bEK4E-Pn3fS7tq9zqBxSdFBxR5rQ2_qFhQxUuEzw=s380" imageanchor="1" style="margin-left: auto; margin-right: auto;"><img border="0" data-original-height="380" data-original-width="326" height="320" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/a/AVvXsEjn6RDTFuLfcVq_NsyOG3xeKFpnCnwpuY_ZcKEHQTufDSIlq53GjCmCR-84WFXg7MT98wNj58tnoHs-w1uUVXZWrghOHkqqQQAqTMEJP9uov4TSO092oxntFEjCer7coxEAnwMtksz5ZwaQh7j2bEK4E-Pn3fS7tq9zqBxSdFBxR5rQ2_qFhQxUuEzw=s320" width="275" /></a></td></tr><tr><td class="tr-caption" style="text-align: center;"><b><span style="font-size: x-small;">Polip karang</span></b></td></tr></tbody></table><br /><div style="text-align: justify;"><div><b>Cara Makan Karang</b></div><div>Karang termasuk sebagai hewan karnivora (pemakan zooplankton). Sumber makanan hewan karang berupa plankton dari perairan yang dilumpuhkan dengan sel penyengatnya (nematocyst) yang berada pada tentakel, nutrisi organik yang diserap secara langsung dari air, dan senyawa organik yang dihasilkan alga simbiotik karang (zooxanthellae) (Kordi, 2010).</div><table align="center" cellpadding="0" cellspacing="0" class="tr-caption-container" style="margin-left: auto; margin-right: auto;"><tbody><tr><td style="text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/a/AVvXsEgfX3DT9z5Z0JFCOfhOGeICPe_PonkfqiPkzMO30uRLbxyBN-jMlp4c6-HyFy0t-nsQQOAcflInMfxas48rix2NjS0xHAT19cdV6_UD26e4qkvt1RFE-lBM3o8p7V8N1KVn8_PuAjRdvqEyDh8sdB5aPXpKtMbd5pxczfa1oBX1SCwQL0P-xrKI89H9=s500" imageanchor="1" style="margin-left: auto; margin-right: auto;"><img border="0" data-original-height="330" data-original-width="500" height="211" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/a/AVvXsEgfX3DT9z5Z0JFCOfhOGeICPe_PonkfqiPkzMO30uRLbxyBN-jMlp4c6-HyFy0t-nsQQOAcflInMfxas48rix2NjS0xHAT19cdV6_UD26e4qkvt1RFE-lBM3o8p7V8N1KVn8_PuAjRdvqEyDh8sdB5aPXpKtMbd5pxczfa1oBX1SCwQL0P-xrKI89H9=s320" width="320" /></a></td></tr><tr><td class="tr-caption" style="text-align: center;"><b><span style="font-size: x-small;">Rantai makan karang</span></b></td></tr></tbody></table><div>Zooxanthellae memberi suplai makanan, oksigen bagi polip, dan membantu proses pembentukan kapur melalui proses fotosintesis. Sebaliknya, Zooxhantella menggunakan sisa-sisa metabolisme karang berupa karbon dioksida, fosfat, dan nitrogen untuk fotosintesis dan pertumbuhannya (Nontji, 2005).</div></div><div style="text-align: justify;"><br /></div><div style="text-align: justify;"><br /></div><div style="text-align: justify;"><div><b>Kerusakan Terumbu Karang</b></div><div>Kerusakan terumbu karang akan menyebabkan konsekuensi besar terhadap beberapa sektor, baik di laut maupun di daratan. Atas dasar itu, Amat penting kita kenali faktor penyebab kerusakannya yaitu (a) terjadinya badai di lautan, tsunami, dan fenomena el Nino (b) Selain itu, karangnya juga diserang oleh beberapa penyakit, dan termasuk serangan bintang laut Acanthaster planci (c) Penangkapan ikan yang merusak, baik penggunaan sianida maupun bom (d) adanya reklamasi pantai, polusi perairan laut, Serta perilaku turis (e) terakhir, kerusakan akibat pemanasan global dan kenaikan muka air laut.</div><table align="center" cellpadding="0" cellspacing="0" class="tr-caption-container" style="margin-left: auto; margin-right: auto;"><tbody><tr><td style="text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/a/AVvXsEiRLwNq3VdE2WBIl9B0Nwh2fkdNCEfZve0Jz52bCwvZOjeHBkL7f92bNMuJZoRuvnE_EbXO4BbYdUg_CaMDs8ARtg3fap8emQ5GuKt7284gNAel4DnExyujqME1CYVKbDkulY_gQgBiCOsGRCwkYzb1gi2Kx8qqcuILXxoQ2NSODyjSDxQN9iobFWkg=s696" imageanchor="1" style="margin-left: auto; margin-right: auto;"><img border="0" data-original-height="360" data-original-width="696" height="166" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/a/AVvXsEiRLwNq3VdE2WBIl9B0Nwh2fkdNCEfZve0Jz52bCwvZOjeHBkL7f92bNMuJZoRuvnE_EbXO4BbYdUg_CaMDs8ARtg3fap8emQ5GuKt7284gNAel4DnExyujqME1CYVKbDkulY_gQgBiCOsGRCwkYzb1gi2Kx8qqcuILXxoQ2NSODyjSDxQN9iobFWkg=s320" width="320" /></a></td></tr><tr><td class="tr-caption" style="text-align: center;"><b><span style="font-size: x-small;">Terumbu karang rusak</span></b></td></tr></tbody></table><div><b>Manfaat Terumbu Karang</b></div><div>Karang dan terumbunya adalah pelindung alamiah bagi pantai, agar tidak terjadi pengikisan dan reduksi garis pantai. Selain itu, karang adalah objek dan destinasi pariwisata bahari, sekaligus menjadi sumber pekerjaan dan pendapatan. Terumbu karang pula adalah penyedia sumber bahan makanan terbaik bagi manusia. Terakhir, karang (khususnya karang lunak) telah banyak menghasilkan paten obat dan treatmen kesehatan.</div></div><div style="text-align: justify;"><br /></div><div style="text-align: justify;"><b><i><span style="font-size: x-small;">Sumber : Laporan Pelatihan Transplantasi Karang. Politeknik Kelautan dan Perikanan Sorong</span></i></b></div><div style="text-align: justify;"><b><i><br /></i></b></div><div style="text-align: justify;"><b><i>Semoga Bermanfaat...</i></b></div></div>aan supriatnahttp://www.blogger.com/profile/03660478887251586772noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-3841450010311841822.post-17313163678814224812022-01-07T08:45:00.008+07:002022-02-25T09:10:32.152+07:00Cara Pembuatan Biskuit Rumput Laut<div style="text-align: justify;"><b> Alat </b><br /></div><div style="text-align: justify;"><div>1. Loyang alumunium 30 x 30 x 2 cm</div><div>2. Mixer</div><div>3. Oven</div><div>4. Blender</div><div>5. Baskom</div><div>6. Timbangan digital</div><div>7. Gelas ukur<span style="white-space: pre;"> </span></div><div>8. Pisau<span style="white-space: pre;"> </span></div><div>9. Talenan<span style="white-space: pre;"> </span></div><div>10. Mangkok kecil<span style="white-space: pre;"> </span></div><div>11. Rolling pin</div><div>12. Plastik wrapping</div><div><br /></div><div><b>Bahan</b></div></div><div style="text-align: justify;"><div>1. Rumput laut (Eucheuma Cottonii) : 50 gram</div><div>2. Tepung terigu<span style="white-space: pre;"> <span> </span><span> </span><span> </span><span> </span><span> </span></span>: 100 gram</div><div>3. Tepung maizena<span style="white-space: pre;"> <span> </span><span> </span><span> </span><span> </span><span> </span></span>: 150 gram</div><div>4. Mentega<span style="white-space: pre;"> <span> </span><span> </span><span> </span><span> </span><span> </span><span> <span> </span></span></span>: 30 gram</div><div>5. Gula halus <span style="white-space: pre;"> <span> </span><span> <span> </span><span> </span><span> </span><span> </span><span> </span></span></span>: 65 gram</div><div>6. Kuning telur<span style="white-space: pre;"> <span> </span><span> </span><span> </span><span> </span><span> </span></span>: 1 butir</div><div>7. Baking powder<span style="white-space: pre;"> <span> </span><span> </span><span> </span><span> </span><span> </span></span>: 1 gram</div><div>8. Amonium bicarbonat<span style="white-space: pre;"> <span> </span><span> </span><span> </span><span> </span><span> </span></span>: 1 gram</div><div>9. Garam<span style="white-space: pre;"> <span> </span><span> <span> </span><span> <span> </span><span> </span><span> </span><span> </span></span></span></span>: 2 gram</div><div>10. Vanili bubuk<span style="white-space: pre;"> <span> </span><span> </span><span> </span><span> </span><span> </span></span>: 1 gram</div><div>11. Susu bubuk<span style="white-space: pre;"> <span> </span><span> </span><span> </span><span> </span><span> </span></span>: 50 gram</div><div>12. Bahan olesan<span style="white-space: pre;"> <span> </span><span> </span><span> </span><span> </span><span> </span></span>: 2 butir kuning telur</div><div><br /></div></div><table align="center" cellpadding="0" cellspacing="0" class="tr-caption-container" style="margin-left: auto; margin-right: auto;"><tbody><tr><td style="text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/a/AVvXsEi-F5TUeB5Vr3K2l9ugZna3lJP2wYHrYWbNMdt7oR1-73_2iCLN5ycwUW1VUq5XwcJV9J5vqgtbIvCHZAoW-evRBUG4XjxFZaQPtg9-14INIoadqkBGxgz0z3AKs2k5OFRZSDS6fU0inxd16zCsuk5HWhZWcAcwY6mV0Cc1sxcjlkUFeV3znSSlCiw5=s400" imageanchor="1" style="margin-left: auto; margin-right: auto;"><img border="0" data-original-height="400" data-original-width="400" height="320" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/a/AVvXsEi-F5TUeB5Vr3K2l9ugZna3lJP2wYHrYWbNMdt7oR1-73_2iCLN5ycwUW1VUq5XwcJV9J5vqgtbIvCHZAoW-evRBUG4XjxFZaQPtg9-14INIoadqkBGxgz0z3AKs2k5OFRZSDS6fU0inxd16zCsuk5HWhZWcAcwY6mV0Cc1sxcjlkUFeV3znSSlCiw5=s320" width="320" /></a></td></tr><tr><td class="tr-caption" style="text-align: center;"><b><span style="font-size: x-small;">Biskuit rumput laut</span></b></td></tr></tbody></table><br /><div style="text-align: justify;"><br /></div><div style="text-align: justify;"><div><b>PROSES PENGOLAHAN</b></div><div><b>A. Penanganan bahan baku (rumput laut)</b></div><div>Bahan baku rumput laut yang digunakan dalam pengolahan biscuit harus mempunyai kualitas yang baik karena kualitas produk yang baik hanya bisa didapatkan dari rumput laut yang mempunyai kualitas yang baik juga. Ciri-ciri rumput laut yang berkualitas baik adalah Thallus rumput laut secara morfologis bersih dan segar (ditandai dengan thallus yang keras dan cerah, bebas dari penyakit (tidak terdapat bercak, tidak terkelupas dan warna spesifik cerah), Thallus memiliki cabang yang banyak dan berujung agak runcing.</div><div><br /></div><div>Rumput laut yang digunakan dalam proses pembuatan biscuit adalah jenis <i>Eucheuma Cottonii</i>. Siapkan rumput laut kering kemudian bersihkan dengan cara direndam selama minimal 12 jam. Selama perendaman dilakukan penggantian air setiap 4 jam sekali, agar rumput laut bisa bersih dan mengembang maksimal. Perendaman dianggap cukup jika thallus rumput laut sudah mengembang 4 kali lipat dari semula, lunak dan dapat dipotong dengan jari tangan. Rumput laut yang telah mengembang kemudian dilakukan pencucian dengan air bersih atau bisa juga dengan penambahan air jeruk nipis, hal ini bertujuan agar bau dari rumput laut dapat dihilangkan</div><div><br /></div><div><b>B. Persiapan bahan dan alat</b></div><div>Siapkan bahan yang telah diidentifikasi, khusus untuk penanganan bahan rumput laut yaitu dengan cara dilumatkan dengan menggunakan blender. Pada saat blender rumput laut sebaiknya tidak ditambahkan air lagi, agar kadar air bubur rumput laut tidak terlalu tinggi, hal ini bertujuan agar bubur rumput laut pada saat dijadikan adonan tidak lembek dan hasil akhir biscuit tidak melempem / tidak renyah. Dan hal lain yang perlu diperhatikan pada saat pemblenderan adalah tekstur dari bubur rumput laut harus lembut, agar tekstur biscuit tidak berpasir. . </div><div><br /></div><div>Persyaratan bahan-bahan yang digunakan dalam proses :</div><div>a.<span style="white-space: pre;"> </span>Sumber bahan baku berasal dari perairan yang tidak tercemar (bahan baku rumpu laut)</div><div>b.<span style="white-space: pre;"> </span>Bebas dari bahaya biologi, kimia dan fisik</div><div>c.<span style="white-space: pre;"> </span>Bahan masih bisa digunakan (tidak expired)</div><div>d.<span style="white-space: pre;"> </span>Penyimpanan bahan baku atau bahan tambahan aman dari bahan kontaminan</div><div>e.<span style="white-space: pre;"> </span>Bebas dari perubahan fisik dan kimia yang tidak dikehendaki</div><div><br /></div><div>Peralatan yang akan digunakan disiapkan terlebih dahulu, kemudian dicuci dengan sabun dan menggunakan air mengalir, hal ini bertujuan agar peralatan yang digunakan bebas dari bakteri patogen sehingga tidak mencemari produk. Persyaratan peralatan yang digunakan dalam proses pembuatan biscuit rumput laut mempunyai permukaan yang halus dan rata, tidak mengelupas, tidak berkarat, tidak merupakan sumber cemaran mikroba, tidak retak, tidak menyerap air, tidak mempengaruhi mutu produk dan mudah dibersihkan. Semua peralatan dalam keadaan bersih, sebelum, selama dan setelah digunakan dalam proses pembuatan biscuit rumput laut.</div><div><br /></div><div><b>C. Pencampuran bahan</b></div><div><ol><li>Blender rumput laut yang sidah direndam dan dibersihkan sampai halus, simpan.</li><li>Kocok kuning telur menggunakan sendok tambahkan gula halus, aduk sampai merata kemudian tambahkan susu full cream cair.</li><li>Setelah merata bahan kuning telur kemudian dimixer dengan kecepatan rendah, sampai rata berwarna putih agak kuning.</li><li>Tambahkan rumput laut yang sudah diblender halus dan mentega, kocok lagi dengan kecepatan rendah sampai homogen</li><li>Tambahkan tepung maizena, amoniak kue (ammonium bicarbonate), vanili bubuk dan garam sesuai takaran, aduk hingga homogen dengan menggunakan mixer.</li><li><div>Setelah tercampur rata bisa ditambahkan pewarna makanan tentunya dengan takaran yang telah diatur oleh BPOM, atau bisa juga diabaikan dan bisa diganti dengan coklat yang telah dilelehkan.</div></li><li><div>Siapkan tepung terigu sesuai takaran kemudian tambahkan baking powder, aduk hingga tercampur rata.</div></li></ol></div><div><b>D. Pencetakan </b></div><div>Siapkan Loyang datar dengan ukuran 30x30x2 cm atau bisa ukuran yang lain, kemudian olesi loyang dengan margarin, hal ini bertujuan agar adonan tidak menempel di permukaan loyang pada saat dioven. Ambil adonan yang telah didinginkan, tunggu sampai adonan agak empuk sehingga mudah dibentuk. Siapkan rolling pin dan bake mat yang telah diolesi tepung, agar adonan tidak menempel pada saat di pipihkan. Apabila tidak mempunyai bake mat bisa juga menggunakan alas meja yang permukaannya datar, halus dan bersih. Lalu pipihkan adonan menggunakan rolling pin dengan ketebalan 2 – 3 mm, kemudian cetak dengan menggunakan cutter cookie atau cetakan sejenis sesuai dengan bentuk yang diinginkan. Usahakan adonan yang telah dicetak mempunyai ketebalan yang sama, hal ini bertujuan agar pada saat pemanggangan tingkat kematangan sama dengan yang lain. Loyang yang digunakan terbuat dari bahan stainless stel atau aluminium, hal ini agar pada bahan tersebut merupakan bahan paling baik menghantar panas dan tidak menimbulkan karat saat terkena air, sehingga aman untuk produk biskuit. Fungsi pencetakan adalah membuat biskuit dengan bentuk yang teratur dan seragam, juga memudahkan penempatan pada saat pemasakan (pemanggangan).</div><div><br /></div><div><b>E. Pemanggangan (oven)</b></div><div>Panaskan oven dengan suhu 180 0C (jangan memasukkan adonan biskuit sebelum suhu mencapai target) Setelah oven sampai pada suhu 180 0C, Masukkan adonan biskuit ke dalam oven. Panggang selama 35 menit atau sampai matang. Selama pemanggangan tidak boleh sering dibuka tutup, karena bisa mempengaruhi fluktuasi suhu sehingga berpengaruh terhadap kematangan biscuit.</div><div><br /></div><div>Pemanggangan didefinisikan sebagai pengoperasian panas produk adonan dalam oven. Suhu pemanggangan sangat mempengaruhi tingkat kematangan produk yang dihasilkan. Suhu pemanggangan juga dapat mempengaruhi waktu yang dibutuhkan oleh adonan hingga membentuk produk yang diinginkan. Semakin tinggi suhu pemanggangan yang digunakan, maka semakin cepat waktu pemanggangan yang dibutuhkan untuk membentuk produk yang diinginkan. Pada proses pemanggangan, hampir 50% total energi yang diserap. Selain itu, pada proses pemanggangan akan terjadi pembentukan dan pemantapan kualitas produk (Priyanto 1991, dalam Rahma 2015).</div><div><br /></div><div>Selama proses pemanggangan biskuit terjadi perubahan fisik dan kimiawi yang kompleks, yaitu adonan berubah menjadi ringan, berpori, dan beraroma. Pada saat proses pemanggangan, terjadi penurunan kadar air sebanyak 70-90%, kadar protein sebanyak 10- 15%, dan kadar abu serta mineral sebanyak 0,5%. Selain itu, akan terjadi perubahan struktur adonan akibat reaksi fisik, kimiawi dan biokimia yaitu terjadi pengembangan volume, pembentukan crust (kulit), inaktivas mikroba dan enzim, denaturasi protein, dan gelatinisasi sebagian pati. Perubahan-perubahan struktur tersebut disertai pembentukan senyawa-senyawa citra rasa gula yang mengalami karamelisasi membentuk perodekstrin dan melanoidin, serta pembentukan aroma dari senyawa-senyawa aromatic yang terdiri dari aldehid, keton, berbagai ester, asam dan alcohol (Estiasih 2009, dalam Rahma 2015).</div><div><br /></div><div><br /></div><div><b>F. Pengemasan dan Penyimpanan</b></div><div>Biskuit yang sudah matang bisa dikemas dengan menggunakan wadah tertutup sehingga udara tidak bisa masuk, hal ini bertujuan agar biscuit mendapatkan umur simpan yang lama. Kemasan yang digunakan bisa menggunakan toples plastic atau dari mika yang tertutup atau disegel.</div><div><br /></div><div>Penyimpanan biscuit yang sudah dikemas, sebaiknya disimpan di tempat yang yang kering (tidak lembab) dan jauh dari bahan-bahan kontaminan (kimia dan sampah) sehingga produk biscuit dapat bertahan lama.</div><div><br /></div></div><div style="text-align: justify;"><div><b><i><span style="font-size: x-small;">Sumber : Bahan Ajar Pelatihan Pengolahan Berbahan Dasar Rumput Laut</span></i></b></div><div><b><i><br /></i></b></div><div><b><i>Semoga Bermanfaat...</i></b></div></div>aan supriatnahttp://www.blogger.com/profile/03660478887251586772noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-3841450010311841822.post-74993320113673471092022-01-04T08:33:00.001+07:002022-02-25T08:45:41.708+07:00Biskuit Rumput Laut<div style="text-align: justify;"><div><b>RUMPUT LAUT</b></div><div>Rumput laut atau algae yang juga dikenal dengan nama seaweed merupakan bagian terbesar dari tanaman laut. Perairan laut Indonesia dengan garis pantai sekitar 99.093 km diyakini memiliki potensi rumput laut yang sangat tinggi. Kondisi perairan tropis di Indonesia menyebabkan rumput laut dapat tumbuh sepanjang tahun dengan jumlah biomassa tinggi. Pada tahun 2015 produksi rumput laut Indonesia adalah 10,8 juta ton, setara 38,5 persen dari produksi dunia 28 juta ton. Indonesia bahkan menduduki posisi kedua negara pengekspor rumput laut terbesar dunia setelah China dengan pangsa pasar 20 persen. Tercatat sedikitnya ada 555 jenis rumput laut di perairan Indonesia, diantaranya ada 55 jenis yang diketahui mempunyai nilai ekonomis tinggi, diantaranya Eucheuma sp., Gracilaria sp. dan Gelidium sp. Sejak zaman dulu rumput laut telah digunakan manusia sebagai makanan dan obat-obatan. Rumput laut biasanya dapat ditemui di perairan yang berasosiasi dengan keberadaan ekosistem terumbu karang. Rumput laut alam biasanya dapat hidup di atas substrat pasir dan karang mati. Rumput laut dibagi dalam 4 kelas besar yaitu Rhodophyceae (alga merah), Phaeophyceae (alga cokelat), Chlorophyceae (alga hijau), dan Cyanophyceae (alga biru hijau). Manfaat rumput laut berdasarkan penelitian tercatat 22 jenis telah dimanfaatkan sebagai makanan dan 56 jenis sebagai makanan dan obat tradisional oleh masyarakat pesisir. Rumput laut banyak digunakan sebagai bahan baku industri. Contohnya yaitu alga cokelat, yang digunakan untuk bahan baku es krim, pengolahan tekstil, pabrik farmasi, semir sepatu, dan pabrik cat. Alga merah untuk bahan baku industri makanan, farmasi, penyamakan kulit, dan pembuatan bir. Selain itu, rumput laut dapat juga digunakan sebagai bahan untuk pupuk tanaman, campuran makanan ternak, dan juga bahan baku kosmetika. </div><div><br /></div><div>Euchema cottonii adalah salah satu jenis rumput laut yang memiliki kandungan senyawa hidrokoloid (karagenan) dan serat yang cukup tinggi, Secara taksonomis, rumput laut ini memiliki klasifikasi sebagai berikut : Biota > <i>Eukaryota</i> (Domain) > <i>Rhodophyta</i> (Divisi) > <i>Rhodophyceae</i> (Kelas) > <i>Gigartinales</i> (Ordo) > <i>Solieriaceae</i> (Famili) > <i>Eucheuma</i> (Genus) > <i>E. cottonii</i> (Spesies).Rumput laut ini dapat dikenali melalui ciri - ciri fisiknya, yakni memiliki thallus (batang semu) yang berbentuk silindris hingga bulat pipih dengan permukaan yang sedikit kasar karena ditumbuhi oleh bakal - bakal cabang baru. Percabangan thallus rumput laut ini pun tidak teratur seperti pada cabang - cabang pohon pada umumnya. Ujung thallus rumput laut jenis ini cenderung tumpul. Tekstur batang rumput laut ini menyerupai tulang rawan dan memiliki variasi warna yang bermacam2, mulai dari merah, hijau, cokelat, kuning hingga ungu. Perubahan warna ini merupakan mekaisme rumput laut jenis ini untuk menyesuaian diri terhadap berbagai kualitas pencahayaan yang berbeda. Kandungan kimia Euchema cottonii bisa dilihat pada tabel berikut.</div><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/a/AVvXsEj1lvHHpzdcA9wwMcacljJy7WFz6Zv-afPmvOzQj01iHpm6YotVMm9CmyD8CI4AnTXbiXAMOsA6ExdGx_PH-_rjuoJ396M9UQwqraSuT7kXQbV9Yd4FKVfNngkJlyDkYnPF_sIyDhzRRGZyJbJg5vZlAWhlGPZKXUYPvex6IyVu55KFB7t5su42mubD=s636" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" data-original-height="265" data-original-width="636" height="166" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/a/AVvXsEj1lvHHpzdcA9wwMcacljJy7WFz6Zv-afPmvOzQj01iHpm6YotVMm9CmyD8CI4AnTXbiXAMOsA6ExdGx_PH-_rjuoJ396M9UQwqraSuT7kXQbV9Yd4FKVfNngkJlyDkYnPF_sIyDhzRRGZyJbJg5vZlAWhlGPZKXUYPvex6IyVu55KFB7t5su42mubD=w400-h166" width="400" /></a></div><div style="text-align: justify;"><br /></div><div style="text-align: justify;"><b>BISKUIT </b></div>Biskuit merupakan salah satu camilan utama yang dikonsumsi oleh penduduk Indonesia. Tingginya konsumsi biskuit tersebut memberikan suatu kelebihan terhadap produk ini. Biskuit merupakan makanan yang tergolong makanan panggang atau kering. Biskuit dibuat dari bahan dasar tepung dan bahan tambahan lain membentuk suatu formula, sehingga menghasilkan suatu produk dengan struktur tertentu (Kusumawardani et al., 2018). Produk biskuit dengan penambahan rumput laut Eucheuma cottonii diharapkan mampu memberikan nilai tersendiri supaya menarik minat konsumen dengan adanya inovasi sebagai pangan fungsional. Menurut Kesuma, et al. (2015), biskuit rumput laut tidak lagi makanan sumber energi, tetapi juga sebagai sumber zat gizi lain yang sangat diperlukan oleh tubuh. Salah satu zat gizi yang diperlukan adalah serat. Serat mempunyai peranan penting bagi kesehatan tubuh, terutama dalam proses pencernaan makanan dalam tubuh. Kekurangan serat dapat menyebabkan konstipasi, diabetes mellitus, penyakit jantung dan batu ginjal.<br /><table align="center" cellpadding="0" cellspacing="0" class="tr-caption-container" style="margin-left: auto; margin-right: auto;"><tbody><tr><td style="text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/a/AVvXsEgv_QFw8ZJ6FK_K1DupU3vQWjm_zqXO8mkmy-C4gRclC_uNViQZoD7vGeLbj-Elf4qfjtI0yqhLfFEvVN4e2WQe_uUYffDHcQNSuraevN3R3zSwCdCN-RpOWjnIyZ1swoZe9aNPdzc6aVAF8RdWfYtS609gldo8BcEIEaLH8eAytu94lp1AgDWnN1Nv=s318" imageanchor="1" style="margin-left: auto; margin-right: auto;"><img border="0" data-original-height="159" data-original-width="318" height="159" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/a/AVvXsEgv_QFw8ZJ6FK_K1DupU3vQWjm_zqXO8mkmy-C4gRclC_uNViQZoD7vGeLbj-Elf4qfjtI0yqhLfFEvVN4e2WQe_uUYffDHcQNSuraevN3R3zSwCdCN-RpOWjnIyZ1swoZe9aNPdzc6aVAF8RdWfYtS609gldo8BcEIEaLH8eAytu94lp1AgDWnN1Nv" width="318" /></a></td></tr><tr><td class="tr-caption" style="text-align: center;"><b><span style="font-size: x-small;">Biskuit</span></b></td></tr></tbody></table><div>Biskuit diklasifikasikan menjadi empat jenis yaitu biskuit keras, crackers, cookies dan wafer. Secara umum biasanya bahan yang digunakan adalah tepung terigu berprotein rendah. Biskuit mengandung zat gizi makro seperti karbohidat, lemak dan protein dan sedikit mengandung serat dan zat gizi lainnya (Rohimah, 2013). Riset berskala laboratorium mengenai biskuit telah banyak dilakukan, baik dalam rangka reformulasi maupun formulasi produk baru. Untuk itu perlu adanya penambahan bahan pangan lain untuk meningkatkan nilai gizi terutama penambahan serat dan protein. </div><div><div><br /></div><div>Jenis rumput laut yang dapat digunakan dalam pembuatan biskuit adalah Euchuma Cottonii yang merupakan salah satu carragenophytes yaitu rumput laut penghasil karagenan. Rumput laut merupakan bahan pangan yang rendah kalori dengan kandungan mineral diantaranya magnesium, kalium, pospor, kalsium dan iodium. Selain itu Euchuma Cottonii juga mengandung vitamin, protein 0,7 %, kandungan lemak yang rendah 0,2 % dan serat dalam jumlah yang cukup tinggi yakni 69,3 % dalam 100 gram rumput laut kering untuk jenis rumput laut merah (Santoso J, et al, 2003). Sehingga karagenan berpotensi untuk dijadikan sebagai bahan pangan yang menyehatkan. Hal ini didasarkan pada banyak penelitian bahwa makanan berserat tinggi mampu menurunkan kolesterol darah dan gula darah (Amyke, dkk, 2014). Serat rumput laut merupakan penyumbang terbesar pada kandungan serat biskuit. Rumput laut yang diolah menjadi tepung memiliki kandungan serat lebih tinggi dari pada rumput laut basah yaitu 57,2% per 100 gramnya (Supriadi, 2004).</div><div><br /></div><div>Menurut Agustin, et al. (2017), pada biskuit kering yang diberi tepung karagenan menghasilkan produk biskuit yang lebih renyah daripada biskuit kering tanpa tepung karagenan. Karena penggunaan tepung karagenan yang bersifat emulsifier dapat meningkatkan mutu biskuit dan makanan beragi. Penggunaan emulfisier yang bersifat mengaerasi roti menyebabkan makanan akan mekar berongga udara menjadikan volume biskuit akan membesar yang menyebabkan kue menjadi renyah, tekstur lebih lunak dan halus, serta tidak berkerak.</div></div><div><br /></div><div>Syarat mutu biskuit sesuai SNI 2973-2011</div><div><table border="1" cellpadding="0" cellspacing="0" class="MsoTableGrid" style="border-collapse: collapse; border: none; mso-border-alt: solid windowtext .5pt; mso-padding-alt: 0cm 5.4pt 0cm 5.4pt; mso-yfti-tbllook: 1184;">
<tbody><tr>
<td style="border: solid windowtext 1.0pt; mso-border-alt: solid windowtext .5pt; padding: 0cm 5.4pt 0cm 5.4pt; width: 35.2pt;" valign="top" width="47">
<p class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify;"><span lang="EN-ID" style="font-family: "Arial",sans-serif; font-size: 11.0pt; line-height: 150%; mso-ansi-language: EN-ID;">No<o:p></o:p></span></p>
</td>
<td style="border-left: none; border: solid windowtext 1.0pt; mso-border-alt: solid windowtext .5pt; mso-border-left-alt: solid windowtext .5pt; padding: 0cm 5.4pt 0cm 5.4pt; width: 198.5pt;" valign="top" width="265">
<p class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify;"><span lang="EN-ID" style="font-family: "Arial",sans-serif; font-size: 11.0pt; line-height: 150%; mso-ansi-language: EN-ID;">Kriteria Uji<o:p></o:p></span></p>
</td>
<td style="border-left: none; border: solid windowtext 1.0pt; mso-border-alt: solid windowtext .5pt; mso-border-left-alt: solid windowtext .5pt; padding: 0cm 5.4pt 0cm 5.4pt; width: 116.9pt;" valign="top" width="156">
<p class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify;"><span lang="EN-ID" style="font-family: "Arial",sans-serif; font-size: 11.0pt; line-height: 150%; mso-ansi-language: EN-ID;">Satuan<o:p></o:p></span></p>
</td>
<td style="border-left: none; border: solid windowtext 1.0pt; mso-border-alt: solid windowtext .5pt; mso-border-left-alt: solid windowtext .5pt; padding: 0cm 5.4pt 0cm 5.4pt; width: 116.9pt;" valign="top" width="156">
<p class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify;"><span lang="EN-ID" style="font-family: "Arial",sans-serif; font-size: 11.0pt; line-height: 150%; mso-ansi-language: EN-ID;">Persyaratan<o:p></o:p></span></p>
</td>
</tr>
<tr>
<td style="border-top: none; border: solid windowtext 1.0pt; mso-border-alt: solid windowtext .5pt; mso-border-top-alt: solid windowtext .5pt; padding: 0cm 5.4pt 0cm 5.4pt; width: 35.2pt;" valign="top" width="47">
<p class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify;"><span lang="EN-ID" style="font-family: "Arial",sans-serif; font-size: 11.0pt; line-height: 150%; mso-ansi-language: EN-ID;">1<o:p></o:p></span></p>
</td>
<td style="border-bottom: solid windowtext 1.0pt; border-left: none; border-right: solid windowtext 1.0pt; border-top: none; mso-border-alt: solid windowtext .5pt; mso-border-left-alt: solid windowtext .5pt; mso-border-top-alt: solid windowtext .5pt; padding: 0cm 5.4pt 0cm 5.4pt; width: 198.5pt;" valign="top" width="265">
<p class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify;"><span lang="EN-ID" style="font-family: "Arial",sans-serif; font-size: 11.0pt; line-height: 150%; mso-ansi-language: EN-ID;">Keadaan<o:p></o:p></span></p>
</td>
<td style="border-bottom: solid windowtext 1.0pt; border-left: none; border-right: solid windowtext 1.0pt; border-top: none; mso-border-alt: solid windowtext .5pt; mso-border-left-alt: solid windowtext .5pt; mso-border-top-alt: solid windowtext .5pt; padding: 0cm 5.4pt 0cm 5.4pt; width: 116.9pt;" valign="top" width="156">
<p class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify;"><span lang="EN-ID" style="font-family: "Arial",sans-serif; font-size: 11.0pt; line-height: 150%; mso-ansi-language: EN-ID;"> </span></p>
</td>
<td style="border-bottom: solid windowtext 1.0pt; border-left: none; border-right: solid windowtext 1.0pt; border-top: none; mso-border-alt: solid windowtext .5pt; mso-border-left-alt: solid windowtext .5pt; mso-border-top-alt: solid windowtext .5pt; padding: 0cm 5.4pt 0cm 5.4pt; width: 116.9pt;" valign="top" width="156">
<p class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify;"><span lang="EN-ID" style="font-family: "Arial",sans-serif; font-size: 11.0pt; line-height: 150%; mso-ansi-language: EN-ID;"> </span></p>
</td>
</tr>
<tr>
<td rowspan="3" style="border-top: none; border: solid windowtext 1.0pt; mso-border-alt: solid windowtext .5pt; mso-border-top-alt: solid windowtext .5pt; padding: 0cm 5.4pt 0cm 5.4pt; width: 35.2pt;" valign="top" width="47">
<p class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify;"><span lang="EN-ID" style="font-family: "Arial",sans-serif; font-size: 11.0pt; line-height: 150%; mso-ansi-language: EN-ID;"> </span></p>
</td>
<td style="border-bottom: solid windowtext 1.0pt; border-left: none; border-right: solid windowtext 1.0pt; border-top: none; mso-border-alt: solid windowtext .5pt; mso-border-left-alt: solid windowtext .5pt; mso-border-top-alt: solid windowtext .5pt; padding: 0cm 5.4pt 0cm 5.4pt; width: 198.5pt;" valign="top" width="265">
<p class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify;"><span lang="EN-ID" style="font-family: "Arial",sans-serif; font-size: 11.0pt; line-height: 150%; mso-ansi-language: EN-ID;">1.1 Bau<o:p></o:p></span></p>
</td>
<td style="border-bottom: solid windowtext 1.0pt; border-left: none; border-right: solid windowtext 1.0pt; border-top: none; mso-border-alt: solid windowtext .5pt; mso-border-left-alt: solid windowtext .5pt; mso-border-top-alt: solid windowtext .5pt; padding: 0cm 5.4pt 0cm 5.4pt; width: 116.9pt;" valign="top" width="156">
<p class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify;"><span lang="EN-ID" style="font-family: "Arial",sans-serif; font-size: 11.0pt; line-height: 150%; mso-ansi-language: EN-ID;">-<o:p></o:p></span></p>
</td>
<td style="border-bottom: solid windowtext 1.0pt; border-left: none; border-right: solid windowtext 1.0pt; border-top: none; mso-border-alt: solid windowtext .5pt; mso-border-left-alt: solid windowtext .5pt; mso-border-top-alt: solid windowtext .5pt; padding: 0cm 5.4pt 0cm 5.4pt; width: 116.9pt;" valign="top" width="156">
<p class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify;"><span lang="EN-ID" style="font-family: "Arial",sans-serif; font-size: 11.0pt; line-height: 150%; mso-ansi-language: EN-ID;">Normal<o:p></o:p></span></p>
</td>
</tr>
<tr>
<td style="border-bottom: solid windowtext 1.0pt; border-left: none; border-right: solid windowtext 1.0pt; border-top: none; mso-border-alt: solid windowtext .5pt; mso-border-left-alt: solid windowtext .5pt; mso-border-top-alt: solid windowtext .5pt; padding: 0cm 5.4pt 0cm 5.4pt; width: 198.5pt;" valign="top" width="265">
<p class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify;"><span lang="EN-ID" style="font-family: "Arial",sans-serif; font-size: 11.0pt; line-height: 150%; mso-ansi-language: EN-ID;">1.2 Rasa<o:p></o:p></span></p>
</td>
<td style="border-bottom: solid windowtext 1.0pt; border-left: none; border-right: solid windowtext 1.0pt; border-top: none; mso-border-alt: solid windowtext .5pt; mso-border-left-alt: solid windowtext .5pt; mso-border-top-alt: solid windowtext .5pt; padding: 0cm 5.4pt 0cm 5.4pt; width: 116.9pt;" valign="top" width="156">
<p class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify;"><span lang="EN-ID" style="font-family: "Arial",sans-serif; font-size: 11.0pt; line-height: 150%; mso-ansi-language: EN-ID;">-<o:p></o:p></span></p>
</td>
<td style="border-bottom: solid windowtext 1.0pt; border-left: none; border-right: solid windowtext 1.0pt; border-top: none; mso-border-alt: solid windowtext .5pt; mso-border-left-alt: solid windowtext .5pt; mso-border-top-alt: solid windowtext .5pt; padding: 0cm 5.4pt 0cm 5.4pt; width: 116.9pt;" valign="top" width="156">
<p class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify;"><span lang="EN-ID" style="font-family: "Arial",sans-serif; font-size: 11.0pt; line-height: 150%; mso-ansi-language: EN-ID;">Normal<o:p></o:p></span></p>
</td>
</tr>
<tr>
<td style="border-bottom: solid windowtext 1.0pt; border-left: none; border-right: solid windowtext 1.0pt; border-top: none; mso-border-alt: solid windowtext .5pt; mso-border-left-alt: solid windowtext .5pt; mso-border-top-alt: solid windowtext .5pt; padding: 0cm 5.4pt 0cm 5.4pt; width: 198.5pt;" valign="top" width="265">
<p class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify;"><span lang="EN-ID" style="font-family: "Arial",sans-serif; font-size: 11.0pt; line-height: 150%; mso-ansi-language: EN-ID;">1.3 Warna<o:p></o:p></span></p>
</td>
<td style="border-bottom: solid windowtext 1.0pt; border-left: none; border-right: solid windowtext 1.0pt; border-top: none; mso-border-alt: solid windowtext .5pt; mso-border-left-alt: solid windowtext .5pt; mso-border-top-alt: solid windowtext .5pt; padding: 0cm 5.4pt 0cm 5.4pt; width: 116.9pt;" valign="top" width="156">
<p class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify;"><span lang="EN-ID" style="font-family: "Arial",sans-serif; font-size: 11.0pt; line-height: 150%; mso-ansi-language: EN-ID;">-<o:p></o:p></span></p>
</td>
<td style="border-bottom: solid windowtext 1.0pt; border-left: none; border-right: solid windowtext 1.0pt; border-top: none; mso-border-alt: solid windowtext .5pt; mso-border-left-alt: solid windowtext .5pt; mso-border-top-alt: solid windowtext .5pt; padding: 0cm 5.4pt 0cm 5.4pt; width: 116.9pt;" valign="top" width="156">
<p class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify;"><span lang="EN-ID" style="font-family: "Arial",sans-serif; font-size: 11.0pt; line-height: 150%; mso-ansi-language: EN-ID;">Normal<o:p></o:p></span></p>
</td>
</tr>
<tr>
<td style="border-top: none; border: solid windowtext 1.0pt; mso-border-alt: solid windowtext .5pt; mso-border-top-alt: solid windowtext .5pt; padding: 0cm 5.4pt 0cm 5.4pt; width: 35.2pt;" valign="top" width="47">
<p class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify;"><span lang="EN-ID" style="font-family: "Arial",sans-serif; font-size: 11.0pt; line-height: 150%; mso-ansi-language: EN-ID;">2<o:p></o:p></span></p>
</td>
<td style="border-bottom: solid windowtext 1.0pt; border-left: none; border-right: solid windowtext 1.0pt; border-top: none; mso-border-alt: solid windowtext .5pt; mso-border-left-alt: solid windowtext .5pt; mso-border-top-alt: solid windowtext .5pt; padding: 0cm 5.4pt 0cm 5.4pt; width: 198.5pt;" valign="top" width="265">
<p class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify;"><span lang="EN-ID" style="font-family: "Arial",sans-serif; font-size: 11.0pt; line-height: 150%; mso-ansi-language: EN-ID;">Kadar air (b/b)<o:p></o:p></span></p>
</td>
<td style="border-bottom: solid windowtext 1.0pt; border-left: none; border-right: solid windowtext 1.0pt; border-top: none; mso-border-alt: solid windowtext .5pt; mso-border-left-alt: solid windowtext .5pt; mso-border-top-alt: solid windowtext .5pt; padding: 0cm 5.4pt 0cm 5.4pt; width: 116.9pt;" valign="top" width="156">
<p class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify;"><span lang="EN-ID" style="font-family: "Arial",sans-serif; font-size: 11.0pt; line-height: 150%; mso-ansi-language: EN-ID;">%<o:p></o:p></span></p>
</td>
<td style="border-bottom: solid windowtext 1.0pt; border-left: none; border-right: solid windowtext 1.0pt; border-top: none; mso-border-alt: solid windowtext .5pt; mso-border-left-alt: solid windowtext .5pt; mso-border-top-alt: solid windowtext .5pt; padding: 0cm 5.4pt 0cm 5.4pt; width: 116.9pt;" valign="top" width="156">
<p class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify;"><span lang="EN-ID" style="font-family: "Arial",sans-serif; font-size: 11.0pt; line-height: 150%; mso-ansi-language: EN-ID;">Maks. 5<o:p></o:p></span></p>
</td>
</tr>
<tr>
<td style="border-top: none; border: solid windowtext 1.0pt; mso-border-alt: solid windowtext .5pt; mso-border-top-alt: solid windowtext .5pt; padding: 0cm 5.4pt 0cm 5.4pt; width: 35.2pt;" valign="top" width="47">
<p class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify;"><span lang="EN-ID" style="font-family: "Arial",sans-serif; font-size: 11.0pt; line-height: 150%; mso-ansi-language: EN-ID;">3<o:p></o:p></span></p>
</td>
<td style="border-bottom: solid windowtext 1.0pt; border-left: none; border-right: solid windowtext 1.0pt; border-top: none; mso-border-alt: solid windowtext .5pt; mso-border-left-alt: solid windowtext .5pt; mso-border-top-alt: solid windowtext .5pt; padding: 0cm 5.4pt 0cm 5.4pt; width: 198.5pt;" valign="top" width="265">
<p class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify;"><span lang="EN-ID" style="font-family: "Arial",sans-serif; font-size: 11.0pt; line-height: 150%; mso-ansi-language: EN-ID;">Protein (N x 6,25) (b/b)<o:p></o:p></span></p>
</td>
<td style="border-bottom: solid windowtext 1.0pt; border-left: none; border-right: solid windowtext 1.0pt; border-top: none; mso-border-alt: solid windowtext .5pt; mso-border-left-alt: solid windowtext .5pt; mso-border-top-alt: solid windowtext .5pt; padding: 0cm 5.4pt 0cm 5.4pt; width: 116.9pt;" valign="top" width="156">
<p class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify;"><span lang="EN-ID" style="font-family: "Arial",sans-serif; font-size: 11.0pt; line-height: 150%; mso-ansi-language: EN-ID;">%<o:p></o:p></span></p>
</td>
<td style="border-bottom: solid windowtext 1.0pt; border-left: none; border-right: solid windowtext 1.0pt; border-top: none; mso-border-alt: solid windowtext .5pt; mso-border-left-alt: solid windowtext .5pt; mso-border-top-alt: solid windowtext .5pt; padding: 0cm 5.4pt 0cm 5.4pt; width: 116.9pt;" valign="top" width="156">
<p class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify;"><span lang="EN-ID" style="font-family: "Arial",sans-serif; font-size: 11.0pt; line-height: 150%; mso-ansi-language: EN-ID;">Min. 5<o:p></o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify;"><span lang="EN-ID" style="font-family: "Arial",sans-serif; font-size: 11.0pt; line-height: 150%; mso-ansi-language: EN-ID;">Min 4,5 *)<o:p></o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify;"><span lang="EN-ID" style="font-family: "Arial",sans-serif; font-size: 11.0pt; line-height: 150%; mso-ansi-language: EN-ID;">Min 3 **)<o:p></o:p></span></p>
</td>
</tr>
<tr>
<td style="border-top: none; border: solid windowtext 1.0pt; mso-border-alt: solid windowtext .5pt; mso-border-top-alt: solid windowtext .5pt; padding: 0cm 5.4pt 0cm 5.4pt; width: 35.2pt;" valign="top" width="47">
<p class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify;"><span lang="EN-ID" style="font-family: "Arial",sans-serif; font-size: 11.0pt; line-height: 150%; mso-ansi-language: EN-ID;">4<o:p></o:p></span></p>
</td>
<td style="border-bottom: solid windowtext 1.0pt; border-left: none; border-right: solid windowtext 1.0pt; border-top: none; mso-border-alt: solid windowtext .5pt; mso-border-left-alt: solid windowtext .5pt; mso-border-top-alt: solid windowtext .5pt; padding: 0cm 5.4pt 0cm 5.4pt; width: 198.5pt;" valign="top" width="265">
<p class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify;"><span lang="EN-ID" style="font-family: "Arial",sans-serif; font-size: 11.0pt; line-height: 150%; mso-ansi-language: EN-ID;">Asam lemak bebas<o:p></o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify;"><span lang="EN-ID" style="font-family: "Arial",sans-serif; font-size: 11.0pt; line-height: 150%; mso-ansi-language: EN-ID;">(sebagai asam oleat) (b/b)<o:p></o:p></span></p>
</td>
<td style="border-bottom: solid windowtext 1.0pt; border-left: none; border-right: solid windowtext 1.0pt; border-top: none; mso-border-alt: solid windowtext .5pt; mso-border-left-alt: solid windowtext .5pt; mso-border-top-alt: solid windowtext .5pt; padding: 0cm 5.4pt 0cm 5.4pt; width: 116.9pt;" valign="top" width="156">
<p class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify;"><span lang="EN-ID" style="font-family: "Arial",sans-serif; font-size: 11.0pt; line-height: 150%; mso-ansi-language: EN-ID;">%<o:p></o:p></span></p>
</td>
<td style="border-bottom: solid windowtext 1.0pt; border-left: none; border-right: solid windowtext 1.0pt; border-top: none; mso-border-alt: solid windowtext .5pt; mso-border-left-alt: solid windowtext .5pt; mso-border-top-alt: solid windowtext .5pt; padding: 0cm 5.4pt 0cm 5.4pt; width: 116.9pt;" valign="top" width="156">
<p class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify;"><span lang="EN-ID" style="font-family: "Arial",sans-serif; font-size: 11.0pt; line-height: 150%; mso-ansi-language: EN-ID;">Maks 1,0<o:p></o:p></span></p>
</td>
</tr>
<tr>
<td style="border-top: none; border: solid windowtext 1.0pt; mso-border-alt: solid windowtext .5pt; mso-border-top-alt: solid windowtext .5pt; padding: 0cm 5.4pt 0cm 5.4pt; width: 35.2pt;" valign="top" width="47">
<p class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify;"><span lang="EN-ID" style="font-family: "Arial",sans-serif; font-size: 11.0pt; line-height: 150%; mso-ansi-language: EN-ID;">5<o:p></o:p></span></p>
</td>
<td style="border-bottom: solid windowtext 1.0pt; border-left: none; border-right: solid windowtext 1.0pt; border-top: none; mso-border-alt: solid windowtext .5pt; mso-border-left-alt: solid windowtext .5pt; mso-border-top-alt: solid windowtext .5pt; padding: 0cm 5.4pt 0cm 5.4pt; width: 198.5pt;" valign="top" width="265">
<p class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify;"><span lang="EN-ID" style="font-family: "Arial",sans-serif; font-size: 11.0pt; line-height: 150%; mso-ansi-language: EN-ID;">Cemaran logam<o:p></o:p></span></p>
</td>
<td style="border-bottom: solid windowtext 1.0pt; border-left: none; border-right: solid windowtext 1.0pt; border-top: none; mso-border-alt: solid windowtext .5pt; mso-border-left-alt: solid windowtext .5pt; mso-border-top-alt: solid windowtext .5pt; padding: 0cm 5.4pt 0cm 5.4pt; width: 116.9pt;" valign="top" width="156">
<p class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify;"><span lang="EN-ID" style="font-family: "Arial",sans-serif; font-size: 11.0pt; line-height: 150%; mso-ansi-language: EN-ID;">mg/kg<o:p></o:p></span></p>
</td>
<td style="border-bottom: solid windowtext 1.0pt; border-left: none; border-right: solid windowtext 1.0pt; border-top: none; mso-border-alt: solid windowtext .5pt; mso-border-left-alt: solid windowtext .5pt; mso-border-top-alt: solid windowtext .5pt; padding: 0cm 5.4pt 0cm 5.4pt; width: 116.9pt;" valign="top" width="156">
<p class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify;"><span lang="EN-ID" style="font-family: "Arial",sans-serif; font-size: 11.0pt; line-height: 150%; mso-ansi-language: EN-ID;"> </span></p>
</td>
</tr>
<tr>
<td rowspan="4" style="border-top: none; border: solid windowtext 1.0pt; mso-border-alt: solid windowtext .5pt; mso-border-top-alt: solid windowtext .5pt; padding: 0cm 5.4pt 0cm 5.4pt; width: 35.2pt;" valign="top" width="47">
<p class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify;"><span lang="EN-ID" style="font-family: "Arial",sans-serif; font-size: 11.0pt; line-height: 150%; mso-ansi-language: EN-ID;"> </span></p>
</td>
<td style="border-bottom: solid windowtext 1.0pt; border-left: none; border-right: solid windowtext 1.0pt; border-top: none; mso-border-alt: solid windowtext .5pt; mso-border-left-alt: solid windowtext .5pt; mso-border-top-alt: solid windowtext .5pt; padding: 0cm 5.4pt 0cm 5.4pt; width: 198.5pt;" valign="top" width="265">
<p class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify;"><span lang="EN-ID" style="font-family: "Arial",sans-serif; font-size: 11.0pt; line-height: 150%; mso-ansi-language: EN-ID;">5.1 Timbal (Pb)<o:p></o:p></span></p>
</td>
<td style="border-bottom: solid windowtext 1.0pt; border-left: none; border-right: solid windowtext 1.0pt; border-top: none; mso-border-alt: solid windowtext .5pt; mso-border-left-alt: solid windowtext .5pt; mso-border-top-alt: solid windowtext .5pt; padding: 0cm 5.4pt 0cm 5.4pt; width: 116.9pt;" valign="top" width="156">
<p class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify;"><span lang="EN-ID" style="font-family: "Arial",sans-serif; font-size: 11.0pt; line-height: 150%; mso-ansi-language: EN-ID;">mg/kg<o:p></o:p></span></p>
</td>
<td style="border-bottom: solid windowtext 1.0pt; border-left: none; border-right: solid windowtext 1.0pt; border-top: none; mso-border-alt: solid windowtext .5pt; mso-border-left-alt: solid windowtext .5pt; mso-border-top-alt: solid windowtext .5pt; padding: 0cm 5.4pt 0cm 5.4pt; width: 116.9pt;" valign="top" width="156">
<p class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify;"><span lang="EN-ID" style="font-family: "Arial",sans-serif; font-size: 11.0pt; line-height: 150%; mso-ansi-language: EN-ID;">Maks 0,5<o:p></o:p></span></p>
</td>
</tr>
<tr>
<td style="border-bottom: solid windowtext 1.0pt; border-left: none; border-right: solid windowtext 1.0pt; border-top: none; mso-border-alt: solid windowtext .5pt; mso-border-left-alt: solid windowtext .5pt; mso-border-top-alt: solid windowtext .5pt; padding: 0cm 5.4pt 0cm 5.4pt; width: 198.5pt;" valign="top" width="265">
<p class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify;"><span lang="EN-ID" style="font-family: "Arial",sans-serif; font-size: 11.0pt; line-height: 150%; mso-ansi-language: EN-ID;">5.2 Cadmium (Cd)<o:p></o:p></span></p>
</td>
<td style="border-bottom: solid windowtext 1.0pt; border-left: none; border-right: solid windowtext 1.0pt; border-top: none; mso-border-alt: solid windowtext .5pt; mso-border-left-alt: solid windowtext .5pt; mso-border-top-alt: solid windowtext .5pt; padding: 0cm 5.4pt 0cm 5.4pt; width: 116.9pt;" valign="top" width="156">
<p class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify;"><span lang="EN-ID" style="font-family: "Arial",sans-serif; font-size: 11.0pt; line-height: 150%; mso-ansi-language: EN-ID;">mg/kg<o:p></o:p></span></p>
</td>
<td style="border-bottom: solid windowtext 1.0pt; border-left: none; border-right: solid windowtext 1.0pt; border-top: none; mso-border-alt: solid windowtext .5pt; mso-border-left-alt: solid windowtext .5pt; mso-border-top-alt: solid windowtext .5pt; padding: 0cm 5.4pt 0cm 5.4pt; width: 116.9pt;" valign="top" width="156">
<p class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify;"><span lang="EN-ID" style="font-family: "Arial",sans-serif; font-size: 11.0pt; line-height: 150%; mso-ansi-language: EN-ID;">Maks 0,2<o:p></o:p></span></p>
</td>
</tr>
<tr>
<td style="border-bottom: solid windowtext 1.0pt; border-left: none; border-right: solid windowtext 1.0pt; border-top: none; mso-border-alt: solid windowtext .5pt; mso-border-left-alt: solid windowtext .5pt; mso-border-top-alt: solid windowtext .5pt; padding: 0cm 5.4pt 0cm 5.4pt; width: 198.5pt;" valign="top" width="265">
<p class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify;"><span lang="EN-ID" style="font-family: "Arial",sans-serif; font-size: 11.0pt; line-height: 150%; mso-ansi-language: EN-ID;">5.3 Timah (Sn)<o:p></o:p></span></p>
</td>
<td style="border-bottom: solid windowtext 1.0pt; border-left: none; border-right: solid windowtext 1.0pt; border-top: none; mso-border-alt: solid windowtext .5pt; mso-border-left-alt: solid windowtext .5pt; mso-border-top-alt: solid windowtext .5pt; padding: 0cm 5.4pt 0cm 5.4pt; width: 116.9pt;" valign="top" width="156">
<p class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify;"><span lang="EN-ID" style="font-family: "Arial",sans-serif; font-size: 11.0pt; line-height: 150%; mso-ansi-language: EN-ID;">mg/kg<o:p></o:p></span></p>
</td>
<td style="border-bottom: solid windowtext 1.0pt; border-left: none; border-right: solid windowtext 1.0pt; border-top: none; mso-border-alt: solid windowtext .5pt; mso-border-left-alt: solid windowtext .5pt; mso-border-top-alt: solid windowtext .5pt; padding: 0cm 5.4pt 0cm 5.4pt; width: 116.9pt;" valign="top" width="156">
<p class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify;"><span lang="EN-ID" style="font-family: "Arial",sans-serif; font-size: 11.0pt; line-height: 150%; mso-ansi-language: EN-ID;">Maks 40<o:p></o:p></span></p>
</td>
</tr>
<tr>
<td style="border-bottom: solid windowtext 1.0pt; border-left: none; border-right: solid windowtext 1.0pt; border-top: none; mso-border-alt: solid windowtext .5pt; mso-border-left-alt: solid windowtext .5pt; mso-border-top-alt: solid windowtext .5pt; padding: 0cm 5.4pt 0cm 5.4pt; width: 198.5pt;" valign="top" width="265">
<p class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify;"><span lang="EN-ID" style="font-family: "Arial",sans-serif; font-size: 11.0pt; line-height: 150%; mso-ansi-language: EN-ID;">5.4 Merkuri (Hg)<o:p></o:p></span></p>
</td>
<td style="border-bottom: solid windowtext 1.0pt; border-left: none; border-right: solid windowtext 1.0pt; border-top: none; mso-border-alt: solid windowtext .5pt; mso-border-left-alt: solid windowtext .5pt; mso-border-top-alt: solid windowtext .5pt; padding: 0cm 5.4pt 0cm 5.4pt; width: 116.9pt;" valign="top" width="156">
<p class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify;"><span lang="EN-ID" style="font-family: "Arial",sans-serif; font-size: 11.0pt; line-height: 150%; mso-ansi-language: EN-ID;">mg/kg<o:p></o:p></span></p>
</td>
<td style="border-bottom: solid windowtext 1.0pt; border-left: none; border-right: solid windowtext 1.0pt; border-top: none; mso-border-alt: solid windowtext .5pt; mso-border-left-alt: solid windowtext .5pt; mso-border-top-alt: solid windowtext .5pt; padding: 0cm 5.4pt 0cm 5.4pt; width: 116.9pt;" valign="top" width="156">
<p class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify;"><span lang="EN-ID" style="font-family: "Arial",sans-serif; font-size: 11.0pt; line-height: 150%; mso-ansi-language: EN-ID;">Maks 0,05<o:p></o:p></span></p>
</td>
</tr>
<tr>
<td style="border-top: none; border: solid windowtext 1.0pt; mso-border-alt: solid windowtext .5pt; mso-border-top-alt: solid windowtext .5pt; padding: 0cm 5.4pt 0cm 5.4pt; width: 35.2pt;" valign="top" width="47">
<p class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify;"><span lang="EN-ID" style="font-family: "Arial",sans-serif; font-size: 11.0pt; line-height: 150%; mso-ansi-language: EN-ID;">6<o:p></o:p></span></p>
</td>
<td style="border-bottom: solid windowtext 1.0pt; border-left: none; border-right: solid windowtext 1.0pt; border-top: none; mso-border-alt: solid windowtext .5pt; mso-border-left-alt: solid windowtext .5pt; mso-border-top-alt: solid windowtext .5pt; padding: 0cm 5.4pt 0cm 5.4pt; width: 198.5pt;" valign="top" width="265">
<p class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify;"><span lang="EN-ID" style="font-family: "Arial",sans-serif; font-size: 11.0pt; line-height: 150%; mso-ansi-language: EN-ID;">Arsen (As)<o:p></o:p></span></p>
</td>
<td style="border-bottom: solid windowtext 1.0pt; border-left: none; border-right: solid windowtext 1.0pt; border-top: none; mso-border-alt: solid windowtext .5pt; mso-border-left-alt: solid windowtext .5pt; mso-border-top-alt: solid windowtext .5pt; padding: 0cm 5.4pt 0cm 5.4pt; width: 116.9pt;" valign="top" width="156">
<p class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify;"><span lang="EN-ID" style="font-family: "Arial",sans-serif; font-size: 11.0pt; line-height: 150%; mso-ansi-language: EN-ID;"> </span></p>
</td>
<td style="border-bottom: solid windowtext 1.0pt; border-left: none; border-right: solid windowtext 1.0pt; border-top: none; mso-border-alt: solid windowtext .5pt; mso-border-left-alt: solid windowtext .5pt; mso-border-top-alt: solid windowtext .5pt; padding: 0cm 5.4pt 0cm 5.4pt; width: 116.9pt;" valign="top" width="156">
<p class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify;"><span lang="EN-ID" style="font-family: "Arial",sans-serif; font-size: 11.0pt; line-height: 150%; mso-ansi-language: EN-ID;">Maks 0,5<o:p></o:p></span></p>
</td>
</tr>
<tr>
<td style="border-top: none; border: solid windowtext 1.0pt; mso-border-alt: solid windowtext .5pt; mso-border-top-alt: solid windowtext .5pt; padding: 0cm 5.4pt 0cm 5.4pt; width: 35.2pt;" valign="top" width="47">
<p class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify;"><span lang="EN-ID" style="font-family: "Arial",sans-serif; font-size: 11.0pt; line-height: 150%; mso-ansi-language: EN-ID;">7<o:p></o:p></span></p>
</td>
<td style="border-bottom: solid windowtext 1.0pt; border-left: none; border-right: solid windowtext 1.0pt; border-top: none; mso-border-alt: solid windowtext .5pt; mso-border-left-alt: solid windowtext .5pt; mso-border-top-alt: solid windowtext .5pt; padding: 0cm 5.4pt 0cm 5.4pt; width: 198.5pt;" valign="top" width="265">
<p class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify;"><span lang="EN-ID" style="font-family: "Arial",sans-serif; font-size: 11.0pt; line-height: 150%; mso-ansi-language: EN-ID;">Cemaran Mikroba<o:p></o:p></span></p>
</td>
<td style="border-bottom: solid windowtext 1.0pt; border-left: none; border-right: solid windowtext 1.0pt; border-top: none; mso-border-alt: solid windowtext .5pt; mso-border-left-alt: solid windowtext .5pt; mso-border-top-alt: solid windowtext .5pt; padding: 0cm 5.4pt 0cm 5.4pt; width: 116.9pt;" valign="top" width="156">
<p class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify;"><span lang="EN-ID" style="font-family: "Arial",sans-serif; font-size: 11.0pt; line-height: 150%; mso-ansi-language: EN-ID;"> </span></p>
</td>
<td style="border-bottom: solid windowtext 1.0pt; border-left: none; border-right: solid windowtext 1.0pt; border-top: none; mso-border-alt: solid windowtext .5pt; mso-border-left-alt: solid windowtext .5pt; mso-border-top-alt: solid windowtext .5pt; padding: 0cm 5.4pt 0cm 5.4pt; width: 116.9pt;" valign="top" width="156">
<p class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify;"><span lang="EN-ID" style="font-family: "Arial",sans-serif; font-size: 11.0pt; line-height: 150%; mso-ansi-language: EN-ID;"> </span></p>
</td>
</tr>
<tr>
<td rowspan="6" style="border-top: none; border: solid windowtext 1.0pt; mso-border-alt: solid windowtext .5pt; mso-border-top-alt: solid windowtext .5pt; padding: 0cm 5.4pt 0cm 5.4pt; width: 35.2pt;" valign="top" width="47">
<p class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify;"><span lang="EN-ID" style="font-family: "Arial",sans-serif; font-size: 11.0pt; line-height: 150%; mso-ansi-language: EN-ID;"> </span></p>
</td>
<td style="border-bottom: solid windowtext 1.0pt; border-left: none; border-right: solid windowtext 1.0pt; border-top: none; mso-border-alt: solid windowtext .5pt; mso-border-left-alt: solid windowtext .5pt; mso-border-top-alt: solid windowtext .5pt; padding: 0cm 5.4pt 0cm 5.4pt; width: 198.5pt;" valign="top" width="265">
<p class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify;"><span lang="EN-ID" style="font-family: "Arial",sans-serif; font-size: 11.0pt; line-height: 150%; mso-ansi-language: EN-ID;">7.1 Angka Lempeng Total<o:p></o:p></span></p>
</td>
<td style="border-bottom: solid windowtext 1.0pt; border-left: none; border-right: solid windowtext 1.0pt; border-top: none; mso-border-alt: solid windowtext .5pt; mso-border-left-alt: solid windowtext .5pt; mso-border-top-alt: solid windowtext .5pt; padding: 0cm 5.4pt 0cm 5.4pt; width: 116.9pt;" valign="top" width="156">
<p class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify;"><span lang="EN-ID" style="font-family: "Arial",sans-serif; font-size: 11.0pt; line-height: 150%; mso-ansi-language: EN-ID;">Koloni/g<o:p></o:p></span></p>
</td>
<td style="border-bottom: solid windowtext 1.0pt; border-left: none; border-right: solid windowtext 1.0pt; border-top: none; mso-border-alt: solid windowtext .5pt; mso-border-left-alt: solid windowtext .5pt; mso-border-top-alt: solid windowtext .5pt; padding: 0cm 5.4pt 0cm 5.4pt; width: 116.9pt;" valign="top" width="156">
<p class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify;"><span lang="EN-ID" style="font-family: "Arial",sans-serif; font-size: 11.0pt; line-height: 150%; mso-ansi-language: EN-ID;">Maks 1 x 10 </span><span lang="EN-ID" style="font-family: "Arial",sans-serif; font-size: 8.0pt; line-height: 150%; mso-ansi-language: EN-ID;">4</span><span lang="EN-ID" style="font-family: "Arial",sans-serif; font-size: 11.0pt; line-height: 150%; mso-ansi-language: EN-ID;"><o:p></o:p></span></p>
</td>
</tr>
<tr>
<td style="border-bottom: solid windowtext 1.0pt; border-left: none; border-right: solid windowtext 1.0pt; border-top: none; mso-border-alt: solid windowtext .5pt; mso-border-left-alt: solid windowtext .5pt; mso-border-top-alt: solid windowtext .5pt; padding: 0cm 5.4pt 0cm 5.4pt; width: 198.5pt;" valign="top" width="265">
<p class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify;"><span lang="EN-ID" style="font-family: "Arial",sans-serif; font-size: 11.0pt; line-height: 150%; mso-ansi-language: EN-ID;">7.2 Coliform<o:p></o:p></span></p>
</td>
<td style="border-bottom: solid windowtext 1.0pt; border-left: none; border-right: solid windowtext 1.0pt; border-top: none; mso-border-alt: solid windowtext .5pt; mso-border-left-alt: solid windowtext .5pt; mso-border-top-alt: solid windowtext .5pt; padding: 0cm 5.4pt 0cm 5.4pt; width: 116.9pt;" valign="top" width="156">
<p class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify;"><span lang="EN-ID" style="font-family: "Arial",sans-serif; font-size: 11.0pt; line-height: 150%; mso-ansi-language: EN-ID;">APM/g<o:p></o:p></span></p>
</td>
<td style="border-bottom: solid windowtext 1.0pt; border-left: none; border-right: solid windowtext 1.0pt; border-top: none; mso-border-alt: solid windowtext .5pt; mso-border-left-alt: solid windowtext .5pt; mso-border-top-alt: solid windowtext .5pt; padding: 0cm 5.4pt 0cm 5.4pt; width: 116.9pt;" valign="top" width="156">
<p class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify;"><span lang="EN-ID" style="font-family: "Arial",sans-serif; font-size: 11.0pt; line-height: 150%; mso-ansi-language: EN-ID;">20<o:p></o:p></span></p>
</td>
</tr>
<tr>
<td style="border-bottom: solid windowtext 1.0pt; border-left: none; border-right: solid windowtext 1.0pt; border-top: none; mso-border-alt: solid windowtext .5pt; mso-border-left-alt: solid windowtext .5pt; mso-border-top-alt: solid windowtext .5pt; padding: 0cm 5.4pt 0cm 5.4pt; width: 198.5pt;" valign="top" width="265">
<p class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify;"><span lang="EN-ID" style="font-family: "Arial",sans-serif; font-size: 11.0pt; line-height: 150%; mso-ansi-language: EN-ID;">7.3 Escheria Coli<o:p></o:p></span></p>
</td>
<td style="border-bottom: solid windowtext 1.0pt; border-left: none; border-right: solid windowtext 1.0pt; border-top: none; mso-border-alt: solid windowtext .5pt; mso-border-left-alt: solid windowtext .5pt; mso-border-top-alt: solid windowtext .5pt; padding: 0cm 5.4pt 0cm 5.4pt; width: 116.9pt;" valign="top" width="156">
<p class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify;"><span lang="EN-ID" style="font-family: "Arial",sans-serif; font-size: 11.0pt; line-height: 150%; mso-ansi-language: EN-ID;">APM/g<o:p></o:p></span></p>
</td>
<td style="border-bottom: solid windowtext 1.0pt; border-left: none; border-right: solid windowtext 1.0pt; border-top: none; mso-border-alt: solid windowtext .5pt; mso-border-left-alt: solid windowtext .5pt; mso-border-top-alt: solid windowtext .5pt; padding: 0cm 5.4pt 0cm 5.4pt; width: 116.9pt;" valign="top" width="156">
<p class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify;"><span lang="EN-ID" style="font-family: "Arial",sans-serif; font-size: 11.0pt; line-height: 150%; mso-ansi-language: EN-ID;">< 3<o:p></o:p></span></p>
</td>
</tr>
<tr>
<td style="border-bottom: solid windowtext 1.0pt; border-left: none; border-right: solid windowtext 1.0pt; border-top: none; mso-border-alt: solid windowtext .5pt; mso-border-left-alt: solid windowtext .5pt; mso-border-top-alt: solid windowtext .5pt; padding: 0cm 5.4pt 0cm 5.4pt; width: 198.5pt;" valign="top" width="265">
<p class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify;"><span lang="EN-ID" style="font-family: "Arial",sans-serif; font-size: 11.0pt; line-height: 150%; mso-ansi-language: EN-ID;">7.4 Salmonella sp<o:p></o:p></span></p>
</td>
<td style="border-bottom: solid windowtext 1.0pt; border-left: none; border-right: solid windowtext 1.0pt; border-top: none; mso-border-alt: solid windowtext .5pt; mso-border-left-alt: solid windowtext .5pt; mso-border-top-alt: solid windowtext .5pt; padding: 0cm 5.4pt 0cm 5.4pt; width: 116.9pt;" valign="top" width="156">
<p class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify;"><span lang="EN-ID" style="font-family: "Arial",sans-serif; font-size: 11.0pt; line-height: 150%; mso-ansi-language: EN-ID;"> </span></p>
</td>
<td style="border-bottom: solid windowtext 1.0pt; border-left: none; border-right: solid windowtext 1.0pt; border-top: none; mso-border-alt: solid windowtext .5pt; mso-border-left-alt: solid windowtext .5pt; mso-border-top-alt: solid windowtext .5pt; padding: 0cm 5.4pt 0cm 5.4pt; width: 116.9pt;" valign="top" width="156">
<p class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify;"><span lang="EN-ID" style="font-family: "Arial",sans-serif; font-size: 11.0pt; line-height: 150%; mso-ansi-language: EN-ID;">Negative/ 25 g<o:p></o:p></span></p>
</td>
</tr>
<tr>
<td style="border-bottom: solid windowtext 1.0pt; border-left: none; border-right: solid windowtext 1.0pt; border-top: none; mso-border-alt: solid windowtext .5pt; mso-border-left-alt: solid windowtext .5pt; mso-border-top-alt: solid windowtext .5pt; padding: 0cm 5.4pt 0cm 5.4pt; width: 198.5pt;" valign="top" width="265">
<p class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify;"><span lang="EN-ID" style="font-family: "Arial",sans-serif; font-size: 11.0pt; line-height: 150%; mso-ansi-language: EN-ID;">7.5 Staphylococcus aureus<o:p></o:p></span></p>
</td>
<td style="border-bottom: solid windowtext 1.0pt; border-left: none; border-right: solid windowtext 1.0pt; border-top: none; mso-border-alt: solid windowtext .5pt; mso-border-left-alt: solid windowtext .5pt; mso-border-top-alt: solid windowtext .5pt; padding: 0cm 5.4pt 0cm 5.4pt; width: 116.9pt;" valign="top" width="156">
<p class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify;"><span lang="EN-ID" style="font-family: "Arial",sans-serif; font-size: 11.0pt; line-height: 150%; mso-ansi-language: EN-ID;">Koloni/g<o:p></o:p></span></p>
</td>
<td style="border-bottom: solid windowtext 1.0pt; border-left: none; border-right: solid windowtext 1.0pt; border-top: none; mso-border-alt: solid windowtext .5pt; mso-border-left-alt: solid windowtext .5pt; mso-border-top-alt: solid windowtext .5pt; padding: 0cm 5.4pt 0cm 5.4pt; width: 116.9pt;" valign="top" width="156">
<p class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify;"><span lang="EN-ID" style="font-family: "Arial",sans-serif; font-size: 11.0pt; line-height: 150%; mso-ansi-language: EN-ID;">Maks 1 x 10²<o:p></o:p></span></p>
</td>
</tr>
<tr>
<td style="border-bottom: solid windowtext 1.0pt; border-left: none; border-right: solid windowtext 1.0pt; border-top: none; mso-border-alt: solid windowtext .5pt; mso-border-left-alt: solid windowtext .5pt; mso-border-top-alt: solid windowtext .5pt; padding: 0cm 5.4pt 0cm 5.4pt; width: 198.5pt;" valign="top" width="265">
<p class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify;"><span lang="EN-ID" style="font-family: "Arial",sans-serif; font-size: 11.0pt; line-height: 150%; mso-ansi-language: EN-ID;">7.6 Bacillus cereus<o:p></o:p></span></p>
</td>
<td style="border-bottom: solid windowtext 1.0pt; border-left: none; border-right: solid windowtext 1.0pt; border-top: none; mso-border-alt: solid windowtext .5pt; mso-border-left-alt: solid windowtext .5pt; mso-border-top-alt: solid windowtext .5pt; padding: 0cm 5.4pt 0cm 5.4pt; width: 116.9pt;" valign="top" width="156">
<p class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify;"><span lang="EN-ID" style="font-family: "Arial",sans-serif; font-size: 11.0pt; line-height: 150%; mso-ansi-language: EN-ID;">Koloni/g<o:p></o:p></span></p>
</td>
<td style="border-bottom: solid windowtext 1.0pt; border-left: none; border-right: solid windowtext 1.0pt; border-top: none; mso-border-alt: solid windowtext .5pt; mso-border-left-alt: solid windowtext .5pt; mso-border-top-alt: solid windowtext .5pt; padding: 0cm 5.4pt 0cm 5.4pt; width: 116.9pt;" valign="top" width="156">
<p class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify;"><span lang="EN-ID" style="font-family: "Arial",sans-serif; font-size: 11.0pt; line-height: 150%; mso-ansi-language: EN-ID;">Maks 1 x 10²<o:p></o:p></span></p>
</td>
</tr>
<tr>
<td style="border-top: none; border: solid windowtext 1.0pt; mso-border-alt: solid windowtext .5pt; mso-border-top-alt: solid windowtext .5pt; padding: 0cm 5.4pt 0cm 5.4pt; width: 35.2pt;" valign="top" width="47">
<p class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify;"><span lang="EN-ID" style="font-family: "Arial",sans-serif; font-size: 11.0pt; line-height: 150%; mso-ansi-language: EN-ID;"> </span></p>
</td>
<td style="border-bottom: solid windowtext 1.0pt; border-left: none; border-right: solid windowtext 1.0pt; border-top: none; mso-border-alt: solid windowtext .5pt; mso-border-left-alt: solid windowtext .5pt; mso-border-top-alt: solid windowtext .5pt; padding: 0cm 5.4pt 0cm 5.4pt; width: 198.5pt;" valign="top" width="265">
<p class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify;"><span lang="EN-ID" style="font-family: "Arial",sans-serif; font-size: 11.0pt; line-height: 150%; mso-ansi-language: EN-ID;">7.7 Kapang dan Khamir<o:p></o:p></span></p>
</td>
<td style="border-bottom: solid windowtext 1.0pt; border-left: none; border-right: solid windowtext 1.0pt; border-top: none; mso-border-alt: solid windowtext .5pt; mso-border-left-alt: solid windowtext .5pt; mso-border-top-alt: solid windowtext .5pt; padding: 0cm 5.4pt 0cm 5.4pt; width: 116.9pt;" valign="top" width="156">
<p class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify;"><span lang="EN-ID" style="font-family: "Arial",sans-serif; font-size: 11.0pt; line-height: 150%; mso-ansi-language: EN-ID;">Koloni/g<o:p></o:p></span></p>
</td>
<td style="border-bottom: solid windowtext 1.0pt; border-left: none; border-right: solid windowtext 1.0pt; border-top: none; mso-border-alt: solid windowtext .5pt; mso-border-left-alt: solid windowtext .5pt; mso-border-top-alt: solid windowtext .5pt; padding: 0cm 5.4pt 0cm 5.4pt; width: 116.9pt;" valign="top" width="156">
<p class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify;"><span lang="EN-ID" style="font-family: "Arial",sans-serif; font-size: 11.0pt; line-height: 150%; mso-ansi-language: EN-ID;">Maks 2 x 10²<o:p></o:p></span></p>
</td>
</tr>
<tr>
<td style="border-top: none; border: solid windowtext 1.0pt; mso-border-alt: solid windowtext .5pt; mso-border-top-alt: solid windowtext .5pt; padding: 0cm 5.4pt 0cm 5.4pt; width: 35.2pt;" valign="top" width="47">
<p class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify;"><span lang="EN-ID" style="font-family: "Arial",sans-serif; font-size: 11.0pt; line-height: 150%; mso-ansi-language: EN-ID;"> </span></p>
</td>
<td colspan="3" style="border-bottom: solid windowtext 1.0pt; border-left: none; border-right: solid windowtext 1.0pt; border-top: none; mso-border-alt: solid windowtext .5pt; mso-border-left-alt: solid windowtext .5pt; mso-border-top-alt: solid windowtext .5pt; padding: 0cm 5.4pt 0cm 5.4pt; width: 432.3pt;" valign="top" width="576">
<p class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify;"><span lang="EN-ID" style="font-family: "Arial",sans-serif; font-size: 11.0pt; line-height: 150%; mso-ansi-language: EN-ID;">Catatan :<o:p></o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify;"><span lang="EN-ID" style="font-family: "Arial",sans-serif; font-size: 11.0pt; line-height: 150%; mso-ansi-language: EN-ID;">* ) untuk produk biscuit yang dicampur dengan
pengisi dalam adonan<o:p></o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify;"><span lang="EN-ID" style="font-family: "Arial",sans-serif; font-size: 11.0pt; line-height: 150%; mso-ansi-language: EN-ID;">** ) untuk produk biscuit yang diberi pelapis atau
pengisi (coating / filling) dan pai<o:p></o:p></span></p>
</td>
</tr>
</tbody></table></div><div><br /></div><div><div>Saat ini banyak berkembang produk biskuit yang mengklaim bergizi tinggi karena telah difortifikasi dengan berbagai macam vitamin, mineral dan komponen aktif lainnya (Astawan, 2008). Adanya teknologi fortifikasi (penambahan zat gizi tertentu), biskuit tidak lagi makanan sumber energi, tetapi juga sebagai sumber zat gizi lain yang sangat diperlukan oleh tubuh (Astawan, 2008). Salah satu zat gizi yang diperlukan adalah serat. Serat mempunyai peranan penting bagi kesehatan tubuh, terutama dalam proses pencernaan makanan dalam tubuh. Kekurangan serat dapat menyebabkan konstipasi, diabetes mellitus, penyakit jantung dan batu ginjal (Almatsier, 2009).</div><div><br /></div><div>Produk biskuit dengan penambahan rumput laut Eucheuma cottonii diharapkan mampu memberikan nilai tersendiri supaya menarik minat konsumen dengan adanya inovasi sebagai pangan fungsional. Menurut Kesuma, et al. (2015), biskuit rumput laut tidak lagi makanan sumber energi, tetapi juga sebagai sumber zat gizi lain yang sangat diperlukan oleh tubuh. Salah satu zat gizi yang diperlukan adalah serat. Serat mempunyai peranan penting bagi kesehatan tubuh, terutama dalam proses pencernaan makanan dalam tubuh. Kekurangan serat dapat menyebabkan konstipasi, diabetes mellitus, penyakit jantung dan batu ginjal. Biskuit dengan penambahan Eucheuma cottonii sangat cocok untuk program diet sehat. Pemanfaatan rumput laut dapat dimaksimalkan dengan diversifikasi produk olahan rumput laut yang merupakan salah satu upaya untuk meningkatkan daya guna, nilai gizi, minat konsumen dan nilai ekonomis rumput laut.</div></div><div><br /></div><div><i><b><span style="font-size: x-small;">Sumber : Bahan Ajar Pelatihan Pengolahan Berbahan Dasar Rumput Laut</span></b></i></div><div><i><b><br /></b></i></div><div><i><b>Semoga Bermanfaat...</b></i></div></div>aan supriatnahttp://www.blogger.com/profile/03660478887251586772noreply@blogger.com0