Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Kearifan Lokal dalam Mengelola Laut dan Pesisir di Indonesia

Pengelolaan sumberdaya pesisir dan laut melalui penguatan kearifan lokal merupakan suatu kegiatan atau aktifitas stakeholders dalam memanfaatkan segala yang ada di pesisir dan laut, khususnya sumberdaya ikan, terumbu karang, dan mangrove dengan cara-cara yang ramah lingkungan untuk kesejahteraan hidup manusia. Pengelolaan sumberdaya pesisir dan laut juga mencakup aspek upaya atau usaha stakeholders dalam mengubah ekosistem pesisir dan laut untuk memperoleh manfaat maksimal dengan mengupayakan kesinambungan produksi dan menjamin kelestarian sumberdaya tersebut.

Aspek kearifan lokal dalam pengelolaan sumberdaya pesisir dan laut tersebut termanifestasikan pada kegiatan atau aktivitas yang ramah lingkungan karena kearifan lokal itu sendiri merupakan berbagai gagasan berupa pengetahuan dan pemahaman masyarakat setempat terkait hubungan manusia dengan alam dalam mengelola sumberdaya pesisir dan laut yang bersifat bijaksana, penuh kearifan, dan bernilai baik. Kearifan lokal juga menyangkut keyakinan, budaya, adat kebiasaan dan etika yang baik tentang hubungan manusia dengan alam (sumberdaya pesisir dan laut) sebagai suatu komunitas ekologis.

Berikut merupakan contoh Kearifan Lokal Dalam Mengelola Laut dan Pesisir di Indonesia :

1. Hukum Adat Laot Di Aceh
Hukum adat laut di Aceh merupakan hukum adat yang berlaku dalam masyarakat nelayan diwilayah masing-masing. Nelayan atau pengusaha perikanan laut didaerah melakukan usaha penangkapan ikan pada wilayah hukum adat tersebut harus tunduk pada hukum adat yang berlaku didaerah itu (hak ulayat laut). Selengkapnya silahkan baca :
a. Hukum Adat Laot Aceh Bagian 1
b. Hukum Adat Laot Aceh Bagian 2.
Logo Lembaga Hukum Adat Laut
2. Tradisi Lilifuk Di Nusa Tenggara Timur
Kata lilifuk berasal dari Bahasa Dawan (Bahasa Suku Timor), yaitu kata “nifu” yang artinya kolam. Dinamai demikian karena sesungguhnya lilifuk merupakan suatu cekungan di permukaan dasar perairan pantai yang digenangi air pada saat surut tertinggi. Selengkapnya silahkan baca :
a. Hukum Adat Lilifuk Di Nusa Tenggara Timur
b. Nilai - Nilai Yang Terkandung Pada Hukum Adat Lilifuk
c. Tahapan Penyelesaian Masalah atau Perkara Adat Dalah Hukum Adat Lilifuk
Persiapan Tradisi Lilifuk
3. Tradisi Awig - Awig Di Nusa Tenggara Barat
Awig-awig adalah aturan yang dibuat berdasarkan kesepakatan masyarakat untuk mengatur masalah tertentu dengan maksud memelihara ketertiban dan keamanan dalam kehidupan masyarakat. Awig-awig ini mengatur perbuatan yang boleh dan yang dilarang, sanksi serta orang atau lembaga yang diberi wewenang oleh masyarakat untuk menjatuhkan saksi. Selengkapnya silahkan baca :
a. Hukum Adat Awig - Awig Di Nusa Tenggara Barat
b. Peran Awig - Awig Bagi Masyarakat
Tradisi Awig - Awig Banyak Diterapkan di Daerah Bali dan Nusa Tenggara Barat
4. Tradisi Hadingmulung Di Nusa Tenggara Timur
Hadingmulung merupakan sebuah kearifan lokal masyarakat hukum adat Kerajaan Baranusa dalam melakukan pengelolaan sumberdaya pesisir dan laut dengan melakukan sistem pengaturan pemanfaatan yang diatur secara berkala. Selengkapnya silahkan baca Hadingmulung, Kearifan Lokal di Perairan Alor Nusa Tenggara Timur.
Kondisi Alam Yang Terjaga Melalui Penerapan Tradisi Hadingmulung
5. Tradisi Mane'e Di Sulawesi Utara
Tradisi mane’e merupakan tradisi upacara adat masyarakat pesisir kepulauan talaud, yang berisi kegiatan menangkap ikan secara tradisional yang dilakukan setahun sekali pada waktu yang telah di tentukan. Selengkapnya silahkan baca Tradisi Mane'e Di Sulawesi Utara.
Tradisi Mane'e
6. Tradisi Sasi Di Maluku
Sasi dapat diartikan sebagai larangan untuk mengambil hasil sumberdaya alam tertentu sebagai upaya pelestarian demi menjaga mutu dan populasi sumberdaya hayati (hewani maupun nabati) alam tersebut. Selengkapnya silahkan baca Hukum Adat Sasi Di Maluku.
Tradisi Sasi di Maluku
7. Tradisi Bameti dan Balobe Di Maluku Tengah
Kegiatan bameti dilakukan hampir pada semua negeri di pulau Saparua, apalagi pada negeri-negeri yang memiliki hamparan pantai yang luas. Kegiatan ini biasanya dilakukan pada saat air meti (air surut) dan lebih banyak dilakukan oleh kaum perempuan dan biasanya pada saat musim timur di mana ikan banyak dan gelombang besar. Selengkapnya silahkan baca Tradisi Bameti dan Balobe Di Maluku Tengah.
Penggunaan Tombak Pada Tradisi Bameti dan Balobe
8. Tradisi Huhate di Nusa Tenggara Timur
Huhate sebenarnya mirip seperti joran yang dipakai kebanyakan nelayan, namun masih sangat tradisional. Tangkai pancingnya menggunakan bambu khusus yang lentur, kemudian kail yang tidak berkait diikat pada seutas tali. Pada kail Huhate biasanya diberi bulu ayam atau potongan tali rafia sehingga menyamarkannya dari penglihatan ikan. Tak lupa diberi pemberat untuk memudahkan pemancing mengarahkan kailnya ke laut. Apabila tidak menggunakan pemberat, kemungkinan besar kail akan melayang tak karuan karena angin. Selengkapnya silahkan baca Tradisi Menangkap Ikan Dengan Teknik Huhate Di Larantuka.
Penangkapan Ikan Menggunakan Alat Tangkap Huhate
9. Tradisi Petik Laut Di Banyuwangi
Sebagai wujud rasa syukur dan juga hormat kepada alam, beberapa warga di Indonesia kerap melakukan tradisi sesaji kepada laut. Pada bulan-bulan tertentu nelayan atau penduduk di pesisir pantai melakukan larung sesaji ke lautan. Salah satu tradisi larung sesaji yang cukup terkenal di Indonesia adalah Petik Laut. Selengkapnya silahkan baca Tradisi Petik Laut Di Banyuwangi.
Tradisi Petik Laut Di Banyuwangi
Diolah dari berbagai sumber

Semoga Bermanfaat...

Posting Komentar untuk "Kearifan Lokal dalam Mengelola Laut dan Pesisir di Indonesia"