Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Penyakit Fungal (Fungal Disease)

Fungi (cendawan atau jamur) merupakan organisme heterotrofik yang memerlukan senyawa organik sebagai nutrisi pertumbuhannya. Fungi memiliki sifat parasit dan saprofit yang mencari makanan dari inang hidup maupun mati. Perkembangbiakan jamur dapat berlangsung secara seksual dan aseksual serta mempunyai ciri yang khas, yaitu berupa benang putih (hifa), meskipun beberapa kelompok fungi tidak berhifa. Jamur juga dapat menyebabkan penyakit pada komoditas perikanan.
Ikan yang terkena serangan jamur saprolegnia
Beberapa jenis jamur, seperti Achlya sp, Fusarium sp, Saprolegnia sp, Phoma sp, dan sebagainya adalah spesies yang telah berhasil diidentifikasi sebagai agen infeksius. Meskipun pertumbuhan serabut hifa jamur lebih lambat yang berarti bahwa infeksi jamur relatif lebih lambat, akan tetapi infeksi jamur tidak bisa dianggap ringan karena dapat menyebabkan kegagalan budidaya yang signifikan.

Karakteristik Fungal
Fungi atau cendawan merupakan organisme heterotrofik yang memerlukan senyawa organik sebagai nutrisi pertumbuhan dan perkembangannya. Kelompok fungi tidak mampu menghasilkan makanan sendiri melalui proses fotosintesis dikarenakan fungi tidak memiliki klorofil dan bersifat non fotosintesik. Oleh karenanya, kecenderungan fungi bersifat saprofit yang berarti hidup dari benda organik mati yang terlarut, menghancurkan sisa-sisa tumbuhan ataupun hewan yang kompleks ataupun mati, atau menjadikan senyawa kompleks tersebut menjadi senyawa yang lebih sederhana sebagai nutrisinya atau dikenal juga dengan istilah khemoorganoheterotrof. Di dalam dunia mikrobiologi khususnya mikologi (telaah terkait fungi), fungi dimasukkan ke dalam Divisio Mycota. Kata Mycota itu sendiri berasal dari kata mykes dalam bahasa Yunani yang diartikan fungi dalam bahasa Latin.

Terdapat beberapa istilah yang dikenal untuk menyebut jamur (fungi), yaitu mushroom dimana jamur ini dapat menghasilkan badan buah besar, termasuk jamur yang dapat dimakan. Selain mushroom, fungi dapat menunjukkan sifatnya sebagai dimorfisme, yaitu mold merupakan jamur yang berbentuk seperti benangbenang (filamentus) atau dikenal sebagai kapang, dan khamir yang merupakan kelompok fungi bersifat uniseluler (bersel satu) atau diistilahkan sebagai yeast. Selain secara morfologi, fungi juga memiliki perbedaan dengan mikroorganisme lainnya. Perbedaan yang paling nyata dari suatu kelompok fungi, khususnya fungi filementus adalah terbentuknya hifa atau benang-benang yang tidak dimiliki oleh mikroorganisme lainnya. Pertumbuhan hifa mempengaruhi waktu regenerasi atau pertumbuhan fungi yang relatif lebih lambat dibandingkan dengan bakteri atau virus. Perbedaan lainnya bukan hanya pada morfologi dan kecepatan pertumbuhan, tetapi juga fisiologi dan sifat atau karakteristik kehidupannya yang berbeda dengan mikroorganisme lainnya, seperti bakteri.

Beberapa sifat fisiologi yang menjadi komparasi atau perbandingan antara kelompok fungi dengan bakteri disajikan pada Tabel berikut.


Tabel Fisiologi Komperatif antara Fungi dan Bakteri

Morfologi Jamur Benang

Salah satu karakteristik dari jamur benang adalah membentuk filamentus  atau benang-benang di dalam siklus perkembangannya. Benang-benang tersebut terdiri atas massa benang bercabang-cabang yang disebut miselium yang tersusun dari hifa (filamen) atau benang-benang tunggal. Ukuran hifa beragam berkisar antara 5-10 µm. Berdasarkan fungsinya hifa dibedakan menjadi dua macam, yaitu hifa fertil dan hifa vegetatif. Hifa fertil adalah hifa yang dapat membentuk sel-sel reproduksi atau spora-spora dan apabila hifa tersebut arah pertumbuhannya keluar dari media disebut hifa udara. Selain hifa fertil, terdapat juga hifa vegetatif yang berfungsi untuk menyerap makanan dari suatu substrat

Berdasarkan bentuknya dibedakan pula menjadi dua macam hifa, yaitu hifa tidak berseptat dan hifa berseptat. Hifa yang tidak berseptat merupakan ciri jamur yang termasuk Phycomycetes (fungi tingkat rendah). Hifa ini merupakan sel yang memanjang, bercabang-cabang, dan terdiri atas sitoplasma dengan banyak inti (soenositik). Hifa yang berseptat merupakan ciri dari fungi tingkat tinggi atau yang termasuk Eumycetes. Secara umum, berdasarkan morfologi benang-benang hifa, filamentus fungi dapat dikelompokkan menjadi:
  1. Aseptat (senosit) merupakan kelompok fungi dimana hifa tidak mempunyai dinding sekat (septum)
  2. Septat dengan sel-sel uninukleat dimana sekat membagi hifa menjadi ruangruang atau sel-sel yang berisi nukleus tunggal
  3. Septat dengan sel-sel multinukleat dimana sekat membagi hifa menjadi ruang-ruang atau sel-sel yang berisi lebih dari satu nukleus dalam setiap ruangnya.

Perkembangbiakkan Jamur

Secara alami, perkembangbiakan jamur dapat berlangsung melalui dua cara, yaitu perkembangbiakan secara vegetatif (aseksual) dan generatif (seksual). Perkembangbiakan jamur secara aseksual dapat dilakukan dengan fragmentasi atau pemisalah misellium (thalus), pembelahan, penguncupan, dan pembentukan spora aseksual. Perkembangbiakan jamur melalui spora aseksual berfungsi untuk menyebarkan spesies dalam jumlah yang besar. Beberapa macam spora aseksual dari jamur, yaitu:
  1. Konidiospora atau konidium yang dibentuk di ujung atau di sisi hifa. Konidium yang kecil dan bersel satu disebut mikrokonidium, sedangkan yang lebih besar dan bersel banyak dinamakan makrokonidium.
  2. Sporangiospora, yaitu spora sel satu yang terbentuk di dalam kantung sporangium di ujung hifa khusus (sporangiosfor). Sporangiospora ada yang bergerak dikarenakan memiliki flagellum disebut zoospora, sedangkan sporangiospora yang tidak motil disebut aplanospora.
  3. Oidium atau artrospora yang bersel satu dan terbentuk karena terputusnya sel-sel hifa. Segmentasi terjadi pada ujung-ujung hifa, lalu sel-sel membulat, dan akhirnya lepas menjadi spora.
  4. Klamidiospora dimana spora sel tunggal ini berdinding tebal dan sangat resisten terhadap keadaan yang buruk. Spora ini terbentuk dari sel-sel hifa somatik.
  5. Blastospora, yaitu bagian dari calon tunas atau kuncup pada sel-sel jamur uniseluler atau khamir (yeast).

Perkembangbiakan secara seksual dilakukan dengan pembentukan spora seksual dan peleburan gamet (sel seksual). Di dalam perkembangbiakan secara seksual, terdapat dua tipe kelamin (mating type) dari sel seksual, yaitu tipe kelamin jantan (+) dan tipe kelamin betina (-). Peleburan gamet terjadi antara dua tipe kelamin yang berbeda. Adapun proses reproduksi secara seksual dibagi menjadi tiga tingkatan, yaitu (a) plasmogami merupakan proses meleburnya dua plasma sel, (b) kariogami merupakan proses meleburnya dua inti haploid yang menghasilkan satu inti diploid, dan (c) meiosis merupakan pembelahan reduksi yang menghasilkan inti haploid. Spora seksual yang dihasilkan dari peleburan dua nukleus terbentuk lebih jarang, jumlahnya lebih sedikit dibandingkan  spora aseksual, dan hanya terbentuk dalam keadaan tertentu saja. Beberapa tipespora seksual yang dihasilkan, yaitu:
  1. Askopora, yaitu spora bersel satu yang terbentuk di dalam kantung disebut askus. Biasanya terdapat delapan askospora di dalam setiap askus.
  2. Basidiospora, yaitu spora yang bersel satu dan terbentuk di atas struktur berbentuk gada yang disebut basidium.
  3. Zigospora, yaitu spora besar yang memiliki dinding tebal dan terbentuk apabila ujung-ujung dua hifa yang secara seksual serasi atau disebut juga gametangia.
  4. Oospora, yaitu spora yang terbentuk di dalam struktur betina khusus atau dikenal dengan ooginium. Pembuahan telur atau oosfer oleh gamet jantan yang terbentuk di dalam anteredium menghasilkan oospora. Di dalam setiap ooginium terdapat satu atau beberapa oosfer.

Spora aseksual maupun seksual dapat dilapisi oleh struktur pelindung yang sangat terorganisasi disebut tubuh buah. Tubuh buah spora aseksual disebut aservulus dan piknidium. Sedangkan tubuh buah spora seksual disebut peritesium dan apotesium. Spora merupakan salah satu pembeda beberapa jenis kelas fungi. Beberapa ciri lain pada masing-masing kelas fungi disajikan pada Tabel berikut.

Tabel Ciri - Ciri Utama Kelas Fungi

Penyakit Fungal Pada Ikan
Jenis penyakit yang disebabkan oleh jamur bersifat infeksi sekunder. Hal ini berarti bahwa serangan jamur biasanya lebih dipicu karena adanya luka akibat serangan primer, seperti parasit. Kebanyakan jenis ikan air tawar termasuk telurnya rentan terhadap infeksi jamur. Beberapa faktor yang sering memicu terjadinya infeksi jamur adalah penanganan yang kurang baik sehingga menimbulkan luka pada tubuh ikan, kekurangan gizi, suhu, oksigen terlarut yang rendah, bahan organik tinggi, kualitas telur buruk atau tidak terbuahi, serta padatnya telur. Jamur terdapat di semua jenis perairan air tawar terutama yang mengandung banyak bahan organik. Jamur hidup sebagai saprofit pada jaringan tubuh merupakan penyakit sejati karena jamur tidak dapat menyerang ikan-ikan yang sehat, melainkan menyerang ikan-ikan yang sudah luka atau lemah. Penyakit akibat serangan jamur menular terutama melalui spora jamur yang ada di perairan.


Gejala-gejala serangan jamur dapat dilihat secara visual, yaitu adanya benang-benang halus menyerupai kapas yang menempel pada telur atau luka pada bagian eksternal ikan. Jamur juga menyerang telur-telur yang gagal menetas dan kemudian menulari telur-telur lain yang sehat bahkan dapat menyerang larvanya. Sejumlah jamur yang sering ditemukan menginfeksi ikan antara lain jenis jamur Saprolegnia sp, Achlya sp, Aphanomyces sp, Ichthyosporidium sp atau dikenal juga sebagai Ichtyophonus sp, Branchiomyces sp, Fusarium sp, Lagenedium sp, Exophiala sp, dan Phoma sp.


Sumber : Penyakit Akuatik. Andri Kurniawan; Buku Saku Penyakit Ikan. DJPB

Semoga Bermanfaat...

Posting Komentar untuk "Penyakit Fungal (Fungal Disease)"